15. Rencana✔

70 10 0
                                    

Awas typo bertebaran...
.
.
.
.


Gina melengos begitu saja tanpa pamit seperti biasanya. Apalagi memperdulikan beberapa orang yang tengah duduk di meja makan. Untunglah hari ini tak ada Nyonya Amira. Entah kemana Omanya itu pergi. Mungkin sejak dua minggu yang lalu, kalau tak salah ia hitung Omanya pergi tanpa ada kabar. Atau hanya dia saja yang tak di beri tahu. Mungkin saja. Lagipun, ia tak ingin tahu dan tak mau mencari tahu. Masa bodo.

Gina mengeluarkan motor sportnya sendiri dari garasi. Kemudian menstater hingga menimbulkan suara memekakkan telinga. Mengaung. Sebelum salah satu orang rumah memarahinya, ia harus segera pergi. Ckiit. Suara decitan ban motornya begitu jelas ketika ia memasukkan gigi dan menancap gas.

Pak Surman (salah satu satpam rumah) yang hendak menyantap sarapannya buru-buru bangkit dari duduknya, membukakan gerbang untuk sang tuan rumah sebelum terjadi sesuatu. Beliau menghelaa napas lega begitu motor yang dikendarai Gina keluar dari perkarangan dan menghilang di tikungan jalan. Hah, selamat! batinnya sembari mengelus dada.

***************************************
**************************
************
*****
*


Deru motornya beradu dengan pengendara lainnya. Bahkan Gina tak mengurangi laju motornya. Sesekali ia menyelip kendaraan lain, tak jarang beberapa pengendara meneriakinya dan melempar makian yang takkan mungkin bisa di dengarnya. Jelas, Gina mengendarai motornya dengan ugal-ugalan dan memakai earphone yang menyumbat kedua telinganya.

Ia yang awalnya hanya sendiri, tiba-tiba saja sudah banyak kendaraan bermotor yang mengelilinginya. Em, lebih tepatnya mengepung dirinya. Gina yang awalnya masa bodo, berdecih ketika tak sengaja ia melihat tato disalah satu pergelangan orang-orang berpenampilan serba hitam itu. Senyum miring tercetak di bibir tipisnya. Great, tak perlu mendatangi tempatnya. Mereka sendiri yang datang padaku.

Di cekramnya erat stang motor tak lupa menaikkan gigi motornya. Sedetik kemudian, ia menancap gas motornya. Beberapa motor di depannya ia tendang dengan kaki jenjangnya. Kembali senyum miringnya menghias wajahnya kala sebuah motor berhasil tumbang dan menindih motor lainnya.

Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Gina segera menancap gas dengan laju maksimal. Ia melirik para komplotan tadi yang tertinggal tak jauh darinya melalui kaca spion. Beberapa dari mereka ada yang meneriakinya.

CSREEEIIT!

CIIIIT.....!

.
.
.


Gadis itu turun dari motornya, suara langkah yang menggema membuatnya menjadi pusat perhatian. Aura yang keluar dari dirinya seolah menghipnotis mereka yang melihat. Dipermanis dengan tatapan tajam yang seolah bisa membunuh siapa saja dengan tatapannya.

”Hei! Lihat siapa yang datang. Apa aku sedang bermimpi?!” seru seseorang yang baru saja keluar dari sebuah pintu ruangan tepat di samping tangga. Senyum miringnya tercetak jelas lalu disambung dengan kekehan hingga deretan gigi kuning ke-emasannya terpampang.

Gadis itu berhenti begitu melihat orang yang baru saja mengeluarkan suara cemprengnya. ”Dimana dia?” tatapan tajamnya masih ia tunjukan.

Yang ditanya masih saja cengengesan.  ”Untuk apa kau mencarinya?”

”Bukan urusan Anda!” ujar gadis itu sarkasme. Ia mendekat, mengikis jarak. Menatap tajam pada pria yang tingginya kurang lima sentimeter dari dirinya. Menunduk sedikit, ia melanjutkan kalimatnya. ”Katakan dia dimana. Saya tidak suka menunggu. Panggil dia sekarang atau Anda saya buat tidak bisa melihat hari esok.”

Pria itu meneguk ludahnya kasar, bohong jika ia tak terintimidasi dengan kalimat yang dilontarkan gadis di hadapannya ini. Dengan susah payah ia mundur lalu mendongak, berusaha tersenyum miring.

”Apa yang akan aku dapatkan jika kuberi tahu dimana dia?”

”Nyawamu taruhannya, bagaimana?” ia paling tidak suka orang seperti ini. Penjilat!

”Ok, ok, ok. Santai. Tunggu, aku hubungi dia dulu.”

”Hm.” gadis itu melangkah ke arah sofa yang ada di tengah ruangan. Duduk diam, terkesan kaku. Sungguh dia tidak suka menunggu. Menunggu berarti membuang waktu berharganya, dan menghilangkan sepersen uang nya.

Tak lama seseorang muncul dan langsung duduk dihadapnya. Dengan angkuhnya orang itu mengangkat kaki kanannya keatas kaki kirinya. Kedua tangannya tertumpu dikedua lengan sofa.

”Ada apa. Kenapa mencariku? Apa yang kau inginkan, hm?”

”Hentikan dia. Saya akan memberikan apapun yang Anda inginkan,“ sorot matanya yang tajam tak berpindah dari Sosok dihadapannya.

Sebuah seringai pada wajah orang itu. ”Apapun, huh?“ tanya nya dengan nada meremehkan.

Tak ada perubahan apapun pada wajah gadis itu, ”Anda jelas tahu siapa saya 'kan, Mr. Martin?“ tatapannya lurus penuh intimidasi. ”Saya benci bantahan. Lakukan. Selesaikan. Beres, keinginan Anda terpenuhi.“

Tampak pria berumur sekitar tigapuluhan.....yang disebut Mr. Martin itu menganggukkan kepalanya sekali. ”Bagaimana jika aku menolak?“ ia masih mempertanyakan sesuatu yang sudah pasti.

”Saya rasa Anda tidak terlalu bodoh untuk memahami kalimat tadi.“

Mr.Martin menyungging senyum miring, ”Ah, tentu saja. Serahkan saja padaku. Mereka akan aman bersamaku,“ ucapnya serius walau sedikit melempar candaan 'garing'.

”Hm, saya pergi ....“ selesai pamit, gadis itu pergi begitu saja tanpa ucapan apapun lagi.

.
.
.

"Kali ini aku takkan membuang kesempatan emas Ini. Huhuhu, selamat datang kembali tuan putri!" --bantin seseorang dengan seringaian licik di wajahnya.

......

Bersambung...

(Revisi)

My Darkness Girl[TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang