9. Matahari yang Tak Menggubris Doa

793 201 21
                                    

SIAPA YANG MENJANJIKAN KEBAHAGIAAN UNTUK MUSIM PANAS? Seluruh dunia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

SIAPA YANG MENJANJIKAN KEBAHAGIAAN UNTUK MUSIM PANAS? Seluruh dunia. Kecuali mereka yang sepanjang tahun dilanda terik matahari. Sepanjang umur aku sudah melakukan tawar-menawar dengan sinar sang surya. Siang ketika mobil kami terbalik di jalanan ibukota, aku memandang matahari dan berdoa kepadanya untuk menyelamatkan orangtuaku. Siang ketika Riko menamparku di gang depan rumah Kakek, aku menatap matahari dan memintanya mencabut nyawaku. Siang ketika pacar pertamaku minta putus, aku melirik matahari dan memintanya menyembuhkan patah hatiku. Siang ketika nenekku meninggal dunia, aku menengadah kepada matahari dan memohon kepadanya menghentikan siksaan ini. Namun, matahari tidak pernah tepat janji. Dia menjanjikan harapan, tapi hanya ada keheningan. Sejak menyadari kebohongan besar ini, aku berusaha lari ke tempat-tempat dingin, ke tempat tak banyak bermatahari. Karena aku muak didiamkan. Aku muak diacuhkan.


Meski begitu, dunia tetap berputar di bawah matahari. Bunga-bunga bermekaran oleh sinar matahari. Hujan dikumpulkan oleh matahari. Ke mana pun aku pergi, selalu ada matahari. Seperti hari ini. Memakai pakaian musim panas terbaik mereka yang berwarna-warni, anak-anak muda berjejalan di Yokohama Red Brick Warehouse. Semangat memenuhi udara. Suara-suara tawa, seruan antusias, bunyi jeprat-jepret kamera bergaung sepanjang hari. Es serut dijual di stan-stan, minuman dingin diseruput bagai harapan. Angin sepoi-sepoi dari laut membuat tubuh-tubuh berkeringat berbahagia.


Pertama kalinya sejak sekian lama, aku memandang matahari dan tersenyum. Mungkin hari ini akan baik-baik saja, meski hatiku bercampur kegelisahan karena RD LIGHT sebentar lagi akan tampil.


"Rika, sungguh, aku gerah sekali melihat bajumu," desis Kazue saat aku menyugar poninya sedikit.


"Kalau begitu jangan lihat-lihat," omelku seraya berjongkok untuk mengikat tali sepatunya yang terlepas.


"Bagaimana bisa aku tidak lihat? Kau mondar-mandir di depan kami sepanjang hari. Kau demam atau apa?" tangannya coba meraih dahiku saat aku berdiri, tapi aku berhasil menghindar dengan halus.


"Aku tidak demam!" desisku. Terkadang Kazue bisa bersikap seperti adik cerewet yang terlalu ingin tahu, dan di saat-saat itu aku harus tahu kapan waktu yang tepat untuk melotot dan membalas dengan sikap kekakakan. "Fokus, Kazue. Lima belas menit lagi kalian naik."


Dia memutar mata. "Kami sudah melakukan ini ratusan kali," katanya, meski aku bisa melihat kakinya bergoyang-goyang terus—yang selalu dilakukannya ketika gugup. "Sebaiknya kau istirahat kalau memang sakit," sambungnya sementara aku memastikan gelang-gelangnya terkait sempurna.


"Terima kasih, tapi aku baik-baik saja," sahutku, tersenyum, lalu dengan cepat pindah ke Ryou dan Isao.

ЯD LIGHTWhere stories live. Discover now