12. Anak yang Membakar Seisi Rumah

703 179 3
                                    

TIDAK ADA OBAT LEBIH MANJUR DARIPADA CIUMAN IBU

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

TIDAK ADA OBAT LEBIH MANJUR DARIPADA CIUMAN IBU. Itu yang dulu dikatakan ibuku. Setiap kali aku terluka—aku sering sekali terluka—Ibu akan memberikan ciuman di dekat lukaku. "Sembuh, muah!" begitu lagaknya. Dan ciuman-ciuman itu sudah seperti mukjizat Tuhan yang tak kasat mata, sanggup menyembuhkan semua luka-lukaku. Pada kecelakaan hari itu, ketika kulihat tubuh orangtuaku berlumuran darah lalu berubah menjadi daging kebiruan di ruang jenazah, aku tak berhenti menciumi mereka. Pipi, tangan, kaki mereka yang dingin, kuhujani ciuman, berharap itu akan menyembuhkan semua penyakit dan membuat mereka hidup kembali. Ciuman tinggallah ciuman, mereka tak pernah sembuh, tak lagi hidup. Sejak itu setiap kali terluka aku akan memandangi lukaku dengan penuh kerinduan, membayang-bayangkan ibuku akan menciumnya dan mentahirkannya.


Lukaku kali ini, terutama, membuatku sangat amat begitu merindukan ibuku. Memar di kakiku berubah jadi mengerikan. Setiap berjalan rasanya seperti setruman listrik menusuk-nusuk yang menyakitkan. Warna kulitku dengan cepat berubah ungu kemerahan menyeramkan. Aku menangis sedikit, tapi kemudian menyekanya cepat dan dengan hati-hati memakaikan kaus kaki menyelubungi telapak jelekku.


"Kau yakin tidak perlu ke klinik atau semacamnya?" Miko berkacak pinggang, lalu berlutut, dengan baik hati bantu memakaikan sepatuku.


"Tidak, saat ini masih tertahankan. Kau yakin tidak mau ikut makan malam?"


Miko menggeleng. Dia baru tiba setengah jam lalu, dalam keadaan setengah basah kuyup karena hujan badai yang melanda pulau. Saat itu baru pertengahan bulan Oktober, tapi musim dingin yang basah sudah menggedor-gedor pintu Pulau Rishiri. Rambut pendek Miko masih setengah basah sementara dia memandangiku berdiri dengan susah payah.


"Aku ingin, tapi ada beberapa laporan yang harus kuperiksa terkait pameran kemarin." Miko beralih dan mengeluarkan kamera-kamera kesayangannya dari tas. Seperti anak bayi imut, Miko memandangi benda-benda itu yang dijajarkannya di meja panjang kamar penginapan kami yang letaknya di ujung pulau, dekat dengan Tanjung Kutsugata. "Dan ada beberapa artikel yang perlu kuevaluasi. Kalau aku selesai lebih cepat, aku berjanji akan menyusul."


"Baiklah. Mau kubungkuskan makanan?"


"Aku sudah memesan layanan kamar tadi waktu kau di kamar mandi. Terima kasih, Manis!" Miko memelukku dengan gemas. Cara dia berinteraksi dengan orang-orang selalu membuatku takjub. Dia bisa sangat memberi jarak, juga bisa sangat menghilangkan jarak. "Sedikit tips, berhati-hatilah dengan Taka. Dia itu genit," katanya.


"Masa sih? Di rapat-rapat kemarin dia tidak pernah bersikap yang mengindikasikan ke situ."

ЯD LIGHTWhere stories live. Discover now