17. Gagal Membaca Pertanda

643 166 5
                                    


BERKAT? KATA BERKAT ALERGI BERLAMA-LAMA DEKAT DENGANKU

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

BERKAT? KATA BERKAT ALERGI BERLAMA-LAMA DEKAT DENGANKU. Berkat bagiku serupa dengan April Fools yang berlangsung sepanjang tahun. Berkat bagiku serupa manusia yang mengetuk pintu rumah, kemudian ketika kubuka dia menampakkan diri dalam bentuk setan mengerikan yang berjanji menghantuiku seumur hidup. Berkat tidak pernah memutuskan untuk berlama-lama tinggal di hidupku, dan itu yang membuatku kemudian selalu takut saat sedang diterpa perasaan bahagia. Aku sudah melihat bagaimana perasaan bahagia selalu susul-menyusul dengan kabar-kabar buruk.



Bertahun-tahun telah berlalu sejak kematian kedua orangtuaku. Masih kuingat jelas mobil oleng, lalu truk dari arah berlawanan menghantam bagian depan kiri mobil kami. Dalam hitungan sepersekian detik, bunyi gelegar badan mobil yang tertubruk, bengkok, dan hancur, memekakkan telinga dan mengubah semua di hadapanku menjadi malapetaka. Suara kaca yang pecah senyaring bunyi tulang yang patah, setraumatis daging yang robek. Hidup dalam sekejap hanya tinggal semburat-semburat pengharapan yang kemudian padam, bersamaan dengan datangnya rasa sakit menusuk-nusuk dari segala arah, sebelum akhirnya aku hilang kesadaran. Saat aku berhasil membuka mata, tubuhku tergeletak di atas aspal yang basah oleh hujan. Aku tidak dapat mengingat merasakan sakit apa pun ketika itu, bahkan tidak dari tulang rusukku yang patah. Namun, ketiadaan kedua orangtuaku, dengan kedua tubuh mereka tak jauh dariku, bersimbah darah, bengkok di tempat-tempat ganjil, mata tertutup, dada tak lagi bergerak, terpatri kuat seperti paku salib di hatiku, seperti penghukuman akhir zaman.



Rangkaian teror itu, yang bertahun-tahun coba kuempaskan dari ingatan, tanpa aba-aba kembali menyerangku, tepat ketika aku dan personel RD LIGHT yang lain sedang berada di studio Taka. Seharusnya aku tidak ada di tempat itu, seharusnya aku sedang bersama Isao di lokasi syuting seperti yang kulakukan kemarin. Aku bisa ada di sini, aman dan tidak mati, karena tadi pagi Isao berhasil meyakinkanku bahwa dia akan sendiri saja pergi lokasi syuting.



"Kau cukup menjemputku jam empat sore nanti, jadi kau tidak perlu berurusan dengan Chris. Lagi pula, kau harus ikut melihat draft pertama editan video musik kita. Bukankah ini penting untukmu? Secara teknis ini album pertamamu bersama kami, begitu kan?" Isao menaikkan sebelah alisnya, lalu tersenyum. Senyum yang kusangka berarti pertanda baik.



Semakin aku berusaha meyakinkan sebaliknya, semakin dia bersikeras bahwa tidak apa-apa baginya menyetir sendiri, bahwa lebih penting untukku mengontrol pengeditan video musik.



Aku, dengan arogannya, menyempatkan diri merasakan hangat yang familier di hati oleh karena kepedulian Isao. Seperti orang bodoh, aku meyakini bahwa hari itu tidak akan ada apa-apa, bahwa hari itu akan berlalu biasa seperti yang biasa-biasanya. Aku lupa bahwa pada hari kematian orangtuaku pun aku mengira bahwa hari itu akan baik-baik saja. Aku lupa bahwa aku tidak pernah lihai membaca firasat, bahwa aku selalu dungu melihat pertanda-pertanda.

ЯD LIGHTWhere stories live. Discover now