02. Pergi untuk Kembali

43 5 0
                                    


"Ada kecelakaan! Ada kecelakaan di depan sana!" seru beberapa orang yang berkerumun di tengah kemacetan yang sedang dialami oleh Satria. Dia tak sengaja mendengarkanya saat membuka kaca jendela mobil. Kemacetan yang lama dan panjang membuatnya penasaran ingin melihat apa yang terjadi di depan sana.

Saat ini, dia sedang mengejar Bila. Sebelumnya, dia menyelesaikan urusannya dengan Namira terlebih dahulu. Oleh karena itu, Bila tak terkejar olehnya sehingga dia mengejarnya dengan mobil. Namun, pengejarannya terhenti karena ada kemacetan. Mendengar kata 'kecelakaan' membuat Satria mulai berpikir sesuatu.

"Jangan-jangan .... Ah, tidak tidak."

Pria yang berparas tampan itu memukul setir mobilnya dengan tangan. Dia tak ingin melanjutkan perkataannya dan mulai mengacak rambutnya sendiri. Dia berusaha mengucap istigfar untuk menghalau pikiran buruk yang bercokol di otaknya.

Beberapa waktu berlalu masih dengan kemacetan. Akhirnya, Satria tak sabar menunggu. Dia berinisiatif untuk turun mengecek apa penyebab kemacetan.

Dia berjalan di samping mobil-mobil yang berjajar sampai akhirnya melihat mobil merah yang menubruk tiang pohon. Mobil yang dia kenali. Mobil yang bahkan sesekali dia kemudikan saat bersama pemiliknya.

"Astaga, Bila! Kamu kenapa?"

Satria segera berlari mendekat. Dia berusaha mencari pemilik mobil itu tapi tak ketemu. Menurut informasi orang-orang sekitar, dia dibawa ke rumah sakit terdekat. Satria kembali ke mobil dengan berlari kecil dan bergegas menuju ke rumah sakit setelah kemacetan terurai.

"Bila, semoga kamu enggak kenapa-kenapa," lirih Satria sambil menyusuri koridor rumah sakit.

Sesampainya di depan kamar yang dia tuju. Dia mengetuk pintu sesaat lalu masuk ke kamar tempat Bila dirawat.

Satria melihat sekujur tubuh pacarnya. Dari atas ke bawah, tak banyak luka serius, hanya saja kepalanya sedikit terbentur.

"Untung saja, kamu enggak kenapa-kenapa, Sayang," desis Satria.

Dia membelai kepala Bila di bagian yang tak terbalut oleh perban. Satria melakukannya dengan sangat pelan agar tak mengganggu istirahat pacar kesayangannya. Setelah itu, dia duduk di samping ranjang rumah sakit sambil memandang gadisnya yang matanya terpejam sempurna. Sesaat kemudian, Bila tersadar.

"Bila."

"Satria."

Bila dan Satria sama-sama memanggil. Satria memandang Bila dengan penuh cinta. Dia memang sangat mencintai Bila. Namun, sepertinya tidak dengan Bila.

Dia melengos setelah memanggil Satria. Napasnya terlihat memburu dan tak lama kemudian terdengar isakan tangis darinya.

"B-Bila, kamu kenapa, Sayang?"

Satria terkejut. Dia berusaha mendekat tapi usahanya gagal. Tangan yang hendak membelai Bila justru ditampik.

Bila masih tetap menangis. Sementara itu, Satria kebingungan. Dia tidak tahu kenapa Bila menjadi seperti ini.

"Bila, kamu kenapa? Apa ada yang sakit? Aku panggilkan dokter, ya?"

Satria hendak menekan tombol merah yang berada di dekat ranjang Bila. Namun, dia mengurungkan niatnya karena ucapan Bila.

"Nggak usah, Mas. Enggak ada yang sakit sama tubuhku. Hanya saja, ada yang mau kuobrolkan denganmu, Mas," lirih Bila.

Satria yang semula berdiri akhirnya kembali duduk. Dia mendekatkan kursinya agar bisa menatap Bila dengan jelas.

Bila masih berusaha mengatur napasnya. Dia sendiri berat untuk mengucapkan sesuatu. Namun, kejadian yang baru saja dia lihat benar-benar membuatnya kecewa.

"Mas, aku benar-benar kecewa dengan apa yang kulihat tadi di indekosmu. Sepertinya, aku sudah memutuskan sesuatu, sesuatu yang lebih baik untuk kita berdua," lirih Bila.

Sekuat tenaga dia berusaha menahan air mata yang hendak meluncur di pelupuk mata.

"Tapi, Bil! Yang tadi itu, Mas bisa jelaskan," tukas Satria.

"Apa lagi yang perlu dijelaskan, Mas. Semua sudah jelas di depan mataku."

Bila akhirnya menangis tersedu. Air mata yang dia tahan-tahan justru lolos dengan sempurna.

Satria berusaha mendekat. Dia hendak memeluk Bila tapi ditolaknya.

"Jika berpisah itu lebih baik, maka akan kulakukan."

Bila menyusut air matanya dengan satu tangan.

"Pergilah, Mas. Aku ingin istirahat."

Bila membalikkan badannya. Dia tak lagi menatap Satria. Dia terdiam, sedangkan Satria mengalah untuk pergi agar Bila bisa beristirahat.

"Mungkin nanti kalau Bila sudah membaik, aku bisa jelaskan semuanya," lirih Satria.




Luka Hati Bila #IWZPamer2023Where stories live. Discover now