25. Pertemuan di Butik

7 0 0
                                    

Bila hanya terdiam mengikuti skenario dari Satria. Dia mengikuti langkah pria yang saat itu masih memakai pakaian kantornya. Jasnya sudah dilepas menyisakan kemeja biru muda yang sudah digulung sebatas siku. Meski tidak rapi, dia tetap mengagumi Satria. Tanpa sadar Bila memandangnya terlalu lama.

"Bil, sudah sudah jangan menatapku seperti itu, Mas emang ganteng kok," kekeh Satria yang masih tetap menggandengnya.

Saat ini mereka sedang mencoba baju kedua setelah baju pertama yang terlalu terbuka menurut Bila. Saat hendak masuk ke ruang ganti, tiba-tiba Satria berpamitan kepada Bila, "Nanti kalau sudah selesai tunggu sebentar, ya. Mas ke kamar mandi dulu."

Bila hanya mengangguk karena dia tak enak hati ditunggu oleh pelayan butik yang sudah membawakan baju untuknya.

***
Sementara itu, Satria hanya berdiri di depan kamar mandi. Dia berpura-pura mengantri karena memang sebenarnya dia menanti orang yang ada di dalamnya.

"Lho, Mas Abi? Kenapa di sini? Sama siapa?" tanya Satria saat pria yang ada di kamar mandi keluar dengan menunduk karena merapikan baju.

"Kamu? Ngapain di sini? Ngikutin Mas, ya?" cecar Abi.

"Mau ngapain lagi ke butik khusus baju pernikahan kalau nggak cari baju nikah, Mas?"

Satria sebenarnya memberikan pertanyaan yang sekaligus menjadi pernyataan. Kalimat itulah yang membuat Abi juga jadi salah tingkah
karena terkejut dengan ucapan Satria.

"Mas sendiri, ngapain di sini? Sendirian aja?"

"Emm, aku, aku, lagi cari baju buat nikahanku," lirih Abi.

"Lho! Mas mau nikah? Kapan dan sama siapa? Siapakah gerangan yang bisa memikat hati Kakakku ini," kekeh Satria agar tidak terlihat kaku. Sebenarnya, tentu tanpa dijawab juga dia tahu dengan siapa karena dia sempat melihat Kakaknya dengan Namira di area berbeda dengan dia saat tadi mengamati baju pernikahan. Ruangan yang dibatasi dengan kaca membuatnya bisa mengawasi gerak gerik Kakaknya.

Abi terlihat menarik napas perlahan, dia berusaha menenangkan diri lalu kemudian menjawab pertanyaan adiknya, "Kamu tahu kok siapa orangnya. Mas sengaja nggak kasih tahu biar jadi kejutan."

"Wow! Ternyata Kakakku ini bisa juga, ya kasih surprise buat aku. Emm, tapi, nggak ada tujuan lain kan dari pernikahan ini? Beberapa hari yang lalu Mas kuminta untuk menikah tapi jawabannya berbeda. Sekarang, kenapa tiba-tiba berubah?" selidik Satria.

Dia seperti tidak tahan lagi menyimpan pertanyaan untuk kakaknya itu. Bagaimanapun, namanya pernikahan adalah hal sakral. Kalau bisa, satu kali saja seumur hidup. Terkecuali ada hal lain yang membuat pasangan harus berpisah. Entah itu kekerasan dalam rumah tangga, atau hal lain yang memang tidak bisa ditolerir lagi.

"Ya sudah kalau belum mau menjawab. Aku yakin Mas sudah memikirkan itu baik-baik. Pesanku, jangan pernah jadikan pernikahan sebagai permainan apalagi dalam hal bisnis. Kasihan pasanganmu, Mas," ucap Satria.

Abi hanya mengangguk singkat. Dia hendak pergi tapi ditahan oleh Satria.

"Mas yakin nggak mau kenalin aku dengan calon istrinya Mas nih?" tanya Satria. "Nanti kukenalin juga deh calon istriku sama Mas, jadi kita impas."

Satria menepuk pelan pundak Kakaknya yang membuat langkah Abi terhenti.

"Yaudah, ayo Mas kenalin," desis Abi.

Dia merasa kalah perang dengan adiknya. Dia hanya menuruti saja apa yang diminta sang adik. Toh cepat atau lambat siapa calon istrinya juga akan dikenalkan ke adiknya satu-satunya itu.

"Namira, kenalkan ini adikku," ucap Abi berbasa-basi. Mereka bersalaman dan hanya saling tersenyum. Karena sebelumnya sudah mengenal, mereka hanya berjabat tangan singkat lalu mengobrol ringan.

"Akhirnya, ya, Namira. Kakakku luluh sama kamu," kekeh Satria.

"Kalau gitu, habis ini kenalan sama calon istriku, yuk!" ajak Satria ke kedua pasangan yang sudah selesai dengan urusannya itu.

Luka Hati Bila #IWZPamer2023Where stories live. Discover now