28. Permintaan Satria

11 0 0
                                    

"Bil, jangan melengos gitu, dong. Madep sini lihat, Mas. Mas kan di sini," pinta Satria.

Belum juga Bila membalikkan badan, Ibunya Bila datang membawakan dua cangkir teh dalam nampan. Satria menjauh dari Bila dan kembali ke tempat duduknya.

"Ehm, maaf Tante," ucap Satria.

"Oh, ndak apa-apa, Nak. Tante permisi dulu ya."

Ibu Bila berucap dan sebelum menjauh dia berbisik kepada anaknya.

"Masalah itu diselesaikan dan dicari solusinya, bukan dihindari."

Setelahnya, Ibunya benar-benar pergi ke taman belakang. Di sana, ayah Bila menanti cerita sang istri.

Sedangkan Bila tetap duduk dengan posisinya. Dia enggak menatap Satria.
Satria kembali ke posisi tadi, dia berusaha memegang bahu Bila. "Ayolah Bil, please, maafkan aku."

Bila sendiri menahan tawanya. Sebenarnya, dia ingin terbahak mendengar ucapan Satria tapi ditahannya. Setelah mengatur napasnya dia kemudian berbalik.

"Oke aku maafkan, tapi ada syaratnya," pinta Bila.

"Apapun yang kamu minta pasti Mas penuhi selama Mas bisa."

Satria berucap sambil memegang tangan Bila, dia tersenyum tipis berusaha menyembunyikan kesenangannya. Kalau saja bisa salto, pasti dia sudah salto sekarang juga. Tapi, apa kata orang tua Bila nanti kalau tiba-tiba dia jungkir balik di rumahnya.

"Ehm, aku mau jalan-jalan ke Ancol," lirih Bila.

"Ya, Allah, kupikir mau apaan?"

Satria menutup mulutnya menahan tawanya agar tidak keluar begitu saja.

"Mau ngetawain aku, ya? Ketawa aja, nggak dosa kok," ketus Bila.

"Iya, iya, yaudah janji jangan marah-marah sama kabur-kaburan lagi, ya!"

Satria mengacungkan kelingkingnya mengajak Bila untuk saling bertautan kelingking untuk saling berjanji. Namun, Bila hanya diam saja.

"Ayolah, Bil. Masak kamu tega sih sama, Mas."

"Iya deh, iya. Tapi ke Ancol, ya," pinta Bila dengan nada yang cukup manja.

'Kalau nggak di rumahmu, udah kupeluk kamu, Bil. Kamu menggemaskan!' batin Satria. Dia mengeratkan tangan tapi bukan untuk marah.

***

Akhir pekan, Satria menepati janjinya. Dia menjemput Bila setelah berpamitan dengan kedua orangtuanya.

"Permisi, Tante. Saya bawa Bila dulu, ya," ucap Satria dengan sopan.

"Iya, Nak. Hati-hati," pesan Mama Bila yang akhirnya melambaikan tangan kepada mereka yang sudah masuk mobil Satria. Ayah Bila yang tadinya ikut berdiri akhirnya duduk setelah mobil mereka berlalu.

Di mobil Satria, dia memutar lagu lama yang cukup tenar pada masanya berjudul 'Saat Bahagia'. Lagu itulah yang menggambarkan perasaannya saat ini. Meskipun pada awalnya mereka sempat berseteru dan membuat Bila pergi, akhirnya mereka sekarang bisa bersama lagi.

"Tepati janjimu, ya. No kabur-kaburan lagi, nanti Mas kangen kamu," kekeh Satria.

Dia kemudian meraih satu tangan Bila dengan tangan kirinya dan menggenggamnya erat. Dia ingin menyalurkan kebahagiaan yang dirasakan saat ini kepada perempuan yang di sampingnya itu. Namun, bukan keromantisan yang didapat, tapi sebaliknya.

"Awas, Mas. Lampu merah tuh! Perhatikan jalan dan nyetir yang bener, nanti dimarahin Ayah lho kalau aku kenapa-kenapa!"

Bila menarik tangan kanannya dan menunjuk lampu yang menyala berwarna merah. Semua mobil berhenti untuk menunggu pergantian warna lampunya.

Setelah lampu berwarna hijau dan mobil mulai berjalan. Satria kembali mengajak Bila untuk berbicara.

"Ehm, Bil, yang kemarin, kita seriusin beneran yuk!"

"Yang mana sih, Mas?"

"Yang itu. Ah, yaudah deh kalau nggak paham. Nanti takutnya kamu marah lagi."

Satria mengacak rambutnya dan mulai fokus berkendara.

Sementara itu, Bila hanya mengulum senyum melihat Satria salah tingkah.

Luka Hati Bila #IWZPamer2023Where stories live. Discover now