17. Kembali Salah Paham

11 0 0
                                    

"Ehm, itu tadi Seruni, anak dari penjaga villaku. Kami sempat dekat karena ibuku sempat berdiam lama di villa karena ingin menyendiri," tutur Satria.

Dia menjelaskan kepada Bila tanpa diminta karena takut terjadi salah paham lagi. Satria merasa raut wajahnya berubah saat melihat Seruni menyapanya.

"Kamu mau pesan makanan?" tanya Satria.

Dia memecahkan suasana yang sempat menegang karena kedatangan Seruni yang tiba-tiba.

"Cemilan aja deh, Mas. Aku tadi udah sarapan di rumah sama ayah dan bunda."

Bukannya memesan, tapi Satria justru mendekati Bila. Mau tak mau jantung Bila berdetak lebih kencang dari sebelumnya akibat ulah Satria.

"Rambutmu terkena angin," ucap Satria.

Dia berkata sambil membenarkan anak rambut Bila yang maju ke depan. Rasanya seperti mimpi. Setelah sempat beberapa bulan salah paham dengan kedekatan Satria dengan Namira. Bila hampir saja kembali salah paham karena ada Seruni. Untung saja Satria sigap menjelaskan tanpa diminta.

"Roti bakar dengan selai strawberry," ucap Bila.

"Kalau gitu Mas pesan dulu, ya."

Satria beranjak dari tempatnya berdiri dan meninggalkan Bila sendirian. Saat itulah Bila mulai berpikir, "Apa aku harus menerimanya kembali, ya?"

Dia memikirkan kejadian beberapa waktu yang lalu, kemudian memikirkan perjalanan saat berpisah dengan Satria dan fokus menyelesaikan kuliahnya.

"Perpisahan kami sementara ternyata ada hikmahnya. Tapi, apa iya aku harus meminta Satria kembali berhubungan denganku? Malu dong," kekeh Bila.

"Ada apa kok senyam-senyum sendiri?" tanya Satria menepuk bahu Bila pelan.

"Ah, Satria. Kapan kamu datang?"

Bila balik bertanya sama Satria. Bukannya menjawab tapi lelaki yang bertubuh jangkung itu justru merengkuhnya.

"Bila sayang, Mas pengin kamu bareng-bareng lagi sama Mas. Apa kamu mau?"

Bila yang tidak siap akan pertanyaan Satria yang tiba-tiba akhirnya hanya diam saja.

"Nggak perlu dijawab kalau belum siap. Kamu pikirkan dulu baik-baik. Tapi mas berharap banget kita bareng-bareng lagi," ucap Satria yang kembali melepaskan rengkuhannya dan duduk di tempatnya sendiri.

"Gimana kalau kita jalan-jalan? Rasanya sayang kalau jauh-jauh ke sini cuman duduk-duduk saja," ajak Satria.

"Boleh deh, Mas. Kita habiskan dulu cemilannya baru jalan-jalan keliling perkebunan," jawab Bila.

Dia berusaha tenang, tapi hatinya sebenarnya berkebalikan. Sejak Satria merengkuhnya beberapa saat yang lalu, Bila merasa hatinya menghangat.

"Apa aku terima aja, ya?" lirih Bila.

"Apa Bil? Siapa yang harus diterima?"

"Ehm, enggak-enggak," putus Bila yang mulai menyantap roti yang sudah dihidangkan oleh pelayan.

Bila berusaha menenangkan jantungnya yang kembali berulah akibat perkataannya yang sudah dipelankan tapi terdengar oleh Satria.

***

Sesaat setelah menghabiskan cemilan mereka. Bila dan Satria melanjutkan perjalanan mereka untuk berkeliling ke sekitar perkebunan.

"Bagus banget ya, Mas. Adem rasanya ke hati," ucap Bila.

"Kamu suka? Kita bisa sering-sering ke sini kalau kamu mau, tapi terima dulu dong permintaanku tadi," kekeh Satria.

"Mas bisa aja deh!"

Bila spontan menepuk pundak Satria.

"Aww, sakit!"

"Ih, beneran sakit, ya?"

"Enggak, akting aja."

"Mas, ih. Bikin kaget aja."

"Mas seneng dong, artinya kamu perhatian sama aku," ucap Satria berseloroh.

Setelah berhenti sejenak mereka kembali berjalan menyusuri jalan setapak yang ada di tengah-tengah perkebunan. Batu-batu yang tertata rapi di tengah perkebunan membuat mereka mudah berjalan melintasinya.

"Mas Satria? Kapan datang, Mas? Makin tampan ya sekarang," ucap ibu-ibu yang membawa keranjang berisi daun teh.

"Ibu bisa aja, deh."

"Tuan Besar gimana kabarnya, Mas?"

'Tuan Besar? Memangnya Satria ini apa sih hubungannya sama pegawai perkebunan ini? Kenapa semua dikenalnya?' Bila kembali bertanya-tanya mendengar obrolan mereka.

Luka Hati Bila #IWZPamer2023Where stories live. Discover now