09. Yang Pertama (2)

14 0 0
                                    

"Bro, tolong urusi apa yang kuperintahkan kemarin, ya," titah Satria di ujung panggilan.

Dia memerintahkan kepada asisten pribadinya agar mempermudah Bila saat di kantor. Usulan asistennya agar menempatkan Bila di posisi yang cukup tinggi tentu tidak langsung disetujui oleh Satria. Jika langsung memiliki posisi tinggi, maka banyak orang yang pastinya curiga dengan Bila.

***

"Mah, aku gugup nih. Ini benar-benar yang pertama bagiku," ucap Bila saat sarapan dengan Mama.

Sementara itu, Papanya hanya menggelengkan kepala melihat kelakuannya. Bila sudah ditawarkan untuk bekerja di kantor Papa. Namun, bukan Bila namanya jika mau menerima sesuatu hal dengan mudahnya.

"Kalau gitu kamu diantar sama Dirga, ya. Biar Mama hubungi dia," tawar sang Mama.

"Mama ih, nggak perlu kali, Ma. Aku sudah besar. Aku nyetir sendiri aja ke kantor," desis Bila.

Mama yang mengetahui seberapa kerasnya Bila hanya mengalah. Mamanya hanya berpesan untuk hati-hati.

"Awas ya nanti kalau parkir. Jangan gugup! Gawat kalau nyenggol mobil orang," tandas Siska, Mamanya Bila.

"Iya, iya, Ma. Siap deh."

Bila mengangkat tangan seperti orang upacara bendera. Tanda dia hormat sama Ratu di rumah ini yang disegani oleh dirinya dan sang kakak.

Pagi ini, hanya Papa, Mama dan Bila yang sarapan pagi bersama. Naya, kakaknya Bila sedang tugas ke luar kota.

Bila mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Jalanan pagi ini begitu padat di awal pekan. Semua mobil menuju ke arah yang sama. Kawasan perkantoran di tengah kota.

Mendekati area kantornya, Bila mengemudi semakin lambat. Keringat mulai membasahi pelipis juga pergelangan tangannya. Sementara itu, Bila harus memarkirkan mobilnya sendiri. Meski area gedung tempat dia bekerja hanya ditempati oleh satu perusahaan saja. Namun, setiap karyawan tentu tidak punya area parkir khusus seperti petinggi perusahaan.

"Pelan, Bila. Fokus saja, fokus."

Bila bermonolog dan mensugesti dirinya sendiri. Dia berusaha memundurkan mobilnya cukup pelan dan berhasil. Dia memarkirkan mobilnya dengan selamat.

Karena merasa sudah aman, dia berusaha untuk keluar dari mobil tanpa memperhatikan bahwa mobil di sebelah kanannya terlalu mepet. Bila membuka pintu mobil seketika dan menabrak mobil di sampingnya.

"Aduh! Kenapa aku enggak lihat sih kalau itu terlalu mepet," lirih Bila.

"Ehm, maaf Mbak. Apa Mbak enggak bisa pelan buka pintu mobilnya?" ucap lelaki di depan Bila. Dia membuka kacamata dan hampir marah, tapi setelah melihat wanita di depannya lelaki itu melunak.

"Ehm, sorry. Aku enggak tahu kalau kamu ...."

Lelaki di depannya itu menghentikan pembicaraannya lalu pamit pergi. Bila sendiri bingung. Kenapa lelaki tadi batal memarahinya?

"Ah, sudahlah. Peduli amat sama orang yang enggak jadi marah. Ganteng lagi orangnya," kekeh Bila.

Bila masuk kerja sesuai arahan. Dia saat ini menjadi salah satu staf di bagian keuangan karena memang dia kuliah di bidang tersebut.

'Alhamdulillah, untung saja semua temanku baik-baik. Bayanganku soal bullying di tempat kerja sempat membuatku bimbang untuk bekerja di luar kantor Papa,' batin Bila saat duduk di kubikelnya.

Tiba-tiba lorong kubikelnya riuh oleh para karyawan perempuan. Mereka melihat ke arah ujung pintu masuk. Seorang laki-laki diikuti oleh seorang wanita yang sepertinya asistennya.

'Bukannya itu, laki-laki yang tadi?' batin Bila.

"Saudara Salsabila Khairunnisa. Ikut saya ke ruangan," ucap lelaki yang ditabraknya tadi.

'Gawat! Hari pertama kerja sudah bikin masalah saja aku ini,' batin Bila merutuki dirinya sendiri.

"Bila, kamu keren banget deh! Baru hari pertama kerja sudah dicari sama asisten pribadinya si Bos," ucap Kaira menepuk pelan bahunya.

'Jadi, itu asisten si Bos. Makin gawat nih!'

Bila mengacak rambutnya yang tidak gatal.

Luka Hati Bila #IWZPamer2023Where stories live. Discover now