08. Yang Pertama

15 1 0
                                    

Bila mematut dirinya di depan cermin. Hari pertamanya untuk wawancara kerja harus dilaluinya dengan sempurna. Setidaknya dalam penampilan yang terlihat baik. Gugup itu pasti. Ini kali pertama dia melamar kerja setelah lulus kuliah. Namun, dia berusaha untuk tampil maksimal agar lebih percaya diri.

Kemeja putih dan celana panjang berwarna biru gelap menjadi pilihannya hari ini. Sepatu pantofel dengan sedikit hak melengkapi penampilannya hari ini.

"Sudah siap, Bila?"

"Lho Bang Dirga? Ngapain ke sini?"

"Aku mau anter kamu," kekehnya.

"Enggak perlu dianter juga kali, aku kan bukan anak kemarin sore. Pulang aja gih, aku bisa naik mobil sendiri," ucap Bila.

Bukannya pulang, Dirga malah mengambil tas di bahunya dan membawakannya ke mobil. Pada akhirnya dia mengalah karena Mamanya sudah mengizinkan Dirga untuk mengantarnya. Seperti titah tak tertolak jika sudah Mamanya yang menyuruh.

"Ya udah deh, aku ikut Abang aja," desis Bila.

Dia juga merasa lebih tenang karena ada Dirga yang menemani. Angan-angan untuk pergi ke beberapa tempat setelah wawancara selesai buyar seketika.

***
"Masuk gih, Abang yakin kamu pasti bisa."

Bila hanya tersenyum. Tak lupa dia menyalami laki-laki yang memang sudah dianggap seperti Kakaknya sendiri. Sayangnya, Dirga tak merasa demikian.

Beberapa saat Dirga menunggu. Dia bosan juga dan memilih duduk di kafe yang menyatu dengan gedung perkantoran tersebut. Dia mengetikkan sesuatu di ponselnya.

Dirga:
'Kalau udah beres, Abang ada di kafe lantai bawah, ya.'

Bila:
'Siap. Nih, aku udah di belakangmu.'

"Lho, cepet amat sih, Bila? Gimana hasilnya?" tanya Dirga. Meskipun sebenarnya dia tahu apa nanti hasilnya karena ini merupakan sebagian dari rencananya bersama Mama Bila.

Bila yang semula senyum tiba-tiba mengerucutkan bibirnya. Dia duduk di hadapan Dirga. Dirga yang semula tenang menjadi tegang.

"Ada apa? Kamu ditolak?"

"Ehm, enggak sih, tapi aku merasa wawancara tadi itu mudah banget, bahkan aku sudah boleh masuk Senin depan. Ajaib kan Bang?"

"Ya, itu kan karena kamu pinter, cantik, siapa sih yang bisa tahan sama pesonamu," tutur Dirga sambil menatap Bila.

"Emangnya mau nyari jodoh, kok pakai pesona segala," kekeh Bila yang akhirnya tertawa mendengar apa yang disampaikan oleh Dirga.

"Nah, gitu dong. Kalau senyum kan makin cantik."

"Ah, Abang bisa aja sih."

Dirga menatap Bila yang wajahnya memerah karena malu. Dalam lubuk hatinya, dia makin sayang sama gadis di depannya ini. Entah dengan apa yang Bila rasakan, yang dia tahu, Bila begitu cinta dengan Satria.

***

"Satria, kamu harus selesaikan masalah yang terjadi di cabang Singapura. Kalau belum beres, kamu jangan pulang!" titah Ayah Satria.

Satria yang sedianya ada janji temu dengan Dirga akhirnya terpaksa membatalkan perjanjiannya.

'Sorry Bro, aku harus ke Singapura segera. Ada masalah mendesak soal kantor di sana. Aku sudah titip pesan ke kepala personalia soal Bila.'

Di bandara, Satria sebenarnya tidak fokus, tapi demi profesionalitas kerja mau tidak mau dia harus menuruti titah orangtuanya. Sebagai anak tertua di keluarganya tentu apa yang terjadi di kantor menjadi tanggung jawabnya juga. Dia yang sedianya bisa menemui Bila terpaksa harus kembali berjauhan dengannya. Dia harus bersabar dengan masalah yang belum terselesaikan sampai sekarang.

'Makasih, ya, Bro. Bila bilang Senin depan sudah bisa kerja. Makasih atas bantuan Lo.'

Pesan Satria dibalas oleh Dirga. Sedikit senyuman terbit membingkai wajah tampannya. Dia melangkah dengan pasti. Jika masalah selesai dengan cepat dia pasti bisa lebih cepat berjumpa dengan gadis kesayangannya itu.

Luka Hati Bila #IWZPamer2023Where stories live. Discover now