Part 8

18.2K 1.5K 5
                                    

"Kau sudah mau pulang?" Tanya orang diline seberang.

Aku mendesah kesal, seharusnya aku tak mengangkatnya jika aku tahu Armand yang telfon.

"Belum. Ada apa?" Tanyaku dengan nada kesal.

"Kau bisa masuk sebentar? Aku tak tahu tentang laporan ini. Jika kau tak keberatan..." Katanya menggantung.

"Baiklah..aku segera kesana.." Kataku akhirnya.

"Siapa?" Tanya Intan.

"Byon...hh..yaa sudah. Pulang sana..sebelum ​​​​hujan. Kau kan naik motor.."kataku berbohong pada Intan. Jika dia tahu Armand yang menelfon pasti dia akan berdiri disini.

"Okelah mbak...duluan yaa..daaa..." Katanya yang segera pergi.

Akupun cepat-cepat membereskan semua kerjaanku dan bersiap-siap jadi setelah membantu Armand sebentar aku bisa segera pulang.

Akupun mengetok pintu langsung masuk dan kulihat dia sedang serius dengan pekerjaannya.

"Ehm-" aku bersuara supaya dia melihatku.

"Apa yang bisa kubantu?" Tanyaku.

Armand mendongak menatapku yang berdiri tegak dihadapannya.

"Mana yang kau tak mengerti?" Tanyaku seraya mendekat.

Armand tersenyum melihatku yang terkesan ingin segera kabur dari sini.

"Aku tak mengerti apa alasanmu menghilang begitu saja.." Gumamnya.

Astaga, ternyata ini jebakan fikirku.

"Jadi ini urusan diluar kantor?" Tanyaku seraya bersedekap dengan kesal.

Armand tertawa kecil dan bersandar dikursinya sambil memainkan bolpoinnya.

"Sebaiknya aku pulang saja...sebentar lagi..."aku terdiam saat tiba-tiba hujan turun dengan deras.

Armand menoleh keluar dan tersenyum kembali. Dia tahu benar aku takut berkendara sendiri saat hujaan deras begini.

"Duduklah disini sebentar... atau kita pergi cafe didepan? sambil minum coffee?bagaimana?" Tawar Armand dengan senyum kemenangan.

"Sebaiknya aku pulang kalau memang tidak ada yang bisa kubantu soal kerjaan.. ‎​selamaat sore pak Armand.."Kataku dengan tersenyum.

Aku akan menunjukkan bahwa aku bukan Sonia Redlyn yang dia kenal semasa kuliah. Ketika aku hendak meraih pintu Armand membisikkan sesuatu ditelingaku. Aku kaget sekali, sejak kapan dia meninggalkan kursinya dan berjalan cepat dibelakangku.

Aku menoleh dengan cepat sampai leherku terasa sakit. Armand berdiri sangat dekat denganku. Aku dapat mencium aroma tubuhnya, wangi parfumnya masih sama seperti dulu. Dan aku dapat melihat dengan dekat matanya yang menatap tajam kearahku seolah memperingatkan suatu tanda bahaya.

"Minggirlah Armand.." Kataku keras karena dia mendesakku menempel dipintu.

"Bisa kita ulang kembali??" Tanyanya.

"A-apa??" Tanyaku seraya melotot yang bermaksud membuatnya takut karena aku marah. Tapi yang ada suaraku gugup dan gemetaran.

Armand tertawa kecil dan itu membuatku semakin jengkel.

"Kau bersedia??" Tanyanya.

"Menjauhlah sedikit kau menjepitku...!"Protesku.

"Kau tahu..."

"Aku tak ingin tahu!!"Seruku seraya mendorongnya. Namun kurasa itu hal yang sia-sia. Aku mendengus kesal dan memalingkan wajahku kearah jendela.

"Baiklah..." Kataku akhirnya.

"Kita mulai dari awal..."Lanjutku.

"Mulai dari awal?? maksudmu kita berkenalan lagi??" Tanyanya tak percaya.

Aku mengangguk dan tentu saja Armand tidak setuju.

"Aku harus pulang..."Kataku.

"Jadi...bergeserlah.."Pintaku.

"Aku boleh mengantarmu??" Tanyanya.

"Tidak...! aku bawa mobil dan aku tak ingin merepotkan siapa-siapa!" sahutku Ketus.

"Hm-"Armand menggosok-gosok dagunya seperti orang yang sedang mengingat sesuatu.

"Armand...."Geramku kesal.

"Menyingkirlah...kita bukan anak kecil lagi..."Kataku hampir putus asa.

"Kenapa kalau kau mau, semua mulai dari awal?? kau terlihat takut dan kesal??"Tanyanya heran.

"Ahh,tapi memang begitu dirimu saat bertemu teman pria yang pertama ingin berkenalan...selalu galak!hhhhh...yaa sudahlah..."Katanya kemudian.

Dia berbalik dan membiarkanku bebas dari cengkeramannya tapi kata-kata yang dia bisikkan benar-benar mengusikku.

"Pulanglah dan hati-hati..."Katanya yang terdengar seperti ejekan.

My Best Friend [COMPLETE]Where stories live. Discover now