3. Menangis di Pelukan Tala

12.9K 1.1K 317
                                    

"Percuma cinta kalau gak pernah diungkapkan. Apalagi, sampai bikin salah paham," kata Rosemary waktu menasihati sabahat baiknya yang sudah masuk dalam perserikatan Sobat Ambyar Indonesia.

-oOo-

“Mas Tala, kalau weekend nggak kerja, ya?” Tanyaku kepada Tala yang masih berbaring di ranjang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Mas Tala, kalau weekend nggak kerja, ya?” Tanyaku kepada Tala yang masih berbaring di ranjang. Sementara aku sudah mandi dan ganti baju.

Aku bangun lebih dulu dari Tala karena bermimpi diimpit sama truk tronton. Setelah aku bangun ternyata tangan Tala yang sebesar Gajah Afrika itu memelukku dari belakang. Untung tadi aku segera bangun, kalau tidak tamat sudah riwayat seorang Felecia Adair Lim yang cetar membahana.

“Biasanya kerja, tapi hari ini sengaja nggak,” Jawab Tala tanpa melihatku.

“Kenapa?” Aku bertanya sambil ikut rebahan di samping Tala. Aku suka kasur ini, empuknya pas. Wangi Tala juga pas.

Tala melihatku sekilas yang memang berjarak sangat dekat dengannya. “Aku ada kegiatan yang penting di rumah. Mau tau nggak apa?” suara Tala bermain-main di telingaku.

“Apaan?”

Tala menyengir lebar, “Jemur bantal yang kamu pakai tidur. Lihat iler kamu sampai bikin bantalnya hanyut gitu,” jelas Tala sambil menunjuk bantal yang ada di sampingku.

“Ih, gak sampai hanyut kok! Cuma basah sedikit,” Aku protes.

Tala tertawa, aku jadi tergoda untuk menjambaknya. Dia pasrah saja sewaktu aku melakukan tindak kekerasan seperti ini. Kami bahkan sempat main smackdown segala, tentunya Tala banyak mengalahnya. Kalau Tala sungguhan mengerahkan kekuatannya padaku, jelas aku bakal jadi Lizzy penyet sambal tomat.

“Lizzy sudah dong, sampai kapan kamu mau di atas badanku gini?!” Tala menyerah karena aku memiting tangannya, sementara Tala tengkurap.

“Minta ampun dulu,” aku berkata, menarik tangan Tara bikin laki-laki itu mengeluh pelan.

“Gak mau, aku kan gak salah. Bicara fakta kalau kamu ilernya banyak―aduh―aduh, Felicia sakit,” omongan Tala jadi pekikkan saat aku mencubit lengannya.

“Mas Tala, percuma kamu punya badan gede tapi dicubit sedikit mengeluh kayak bayi.”

Tala tertawa, tapi suaranya tidak keras karena tertutup bantal. “Kalau yang cubit kamu beda,” balasnya.

“Bedanya?”

Tala tidak lekas menjawab. Dia berpikir sebentar, “Soalnya jantungku jadi dangdutan kalau kamu yang pegang-pegang,” gumam Tala.

Heh?

Absurd banget sih ucapan pak dokter satu ini. Dia lagi bercanda atau serius? Aku jadi tidak dapat membedakan. Mana ada jantung dangdutan? Kalau beneran gimana masukin ketipung ke dalam jantung?

Oh My Husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang