Hara | 01

232 74 325
                                    

T E P A T  pukul 12 malam, Saza keluar dalam keadaan mabuk dari mobil kekasihnya yang juga dalam keadaan setengah sadar—Ararya.

Gaun selutut dan riasan tipis berhasil memperindah wajah mungilnya. Dengan mata telernya, Saza menatap penuh senyuman laki-laki yang tengah tersenyum membelai rambutnya itu.

Dengan gerakan gontai, Ararya mengecup lembut pipi kiri Saza. Gadis itu pun langsung memeluknya dengan senang hati. Ararya mengelus punggung gadisnya dan mulai kehilangan keseimbangan. Saza yang merasakan tubuh laki-laki itu mulai ambruk, langsung melepaskan pelukannya, lalu mendorong Ararya masuk ke mobilnya.

"Pu-lang sana!" usir Saza, menggeplak pipi Ararya.

"Iya ... maaf, ya, aku ngajak kamu ke pesta kayak gi-tu,"

"Nggak apa-apa, aku seneng!" Saza tertawa pusing.

"Ya udah. Kalo kamu seneng, besok kita party lagi, ya!" seru Ararya.

"Iya! Cepet sadar, nanti mati." Saza mengingatkan Ararya yang akan mengemudi dalam keadaan mabuk.

"Iya," Ararya tersenyum lembut, dan mulai memegang setir. "Aku pulang dulu, ya,"

"Iya, hus, hus!" Dalam ketidaksadaran Saza menggerakkan tangannya untuk mengusir Ararya.

Ararya tertawa pelan dan mulai menjalankan mobilnya. Saza menatap mobil yang semakin menjauh itu dengan senyuman miring. Ia berbalik, lalu melangkahkan kakinya untuk masuk ke rumah sepinya.

Saza membuka pintu dengan keras, membuat kedua orangtuanya, Gino dan Nasya, langsung berdiri menatapnya.

"Saza!" sentak Gino. "Kamu ini seorang gadis, kenapa pulang selarut ini?!"

"Eh, Dad?" Saza cengengesan. "Sorry, Dad. Saza lupa kalo Saza gadis, hehehe,"

"Saza," Nasya mendekati Saza dan memegang wajahnya dengan lembut. "Kamu mabuk, Sayang?"

"Nggak, Mom," gumam Saza. "Saza cuma minum, dikit."

"Mom, jangan manjain dia!" Gino memperingatkan. "Dia jadi seperti ini, 'kan?"

"Dad, Saza seperti ini karena kita!" kata Nasya. "Kita kurang memperhatikan Saza!"

"Betoll!" Saza mengarahkan jempolnya ke wajah Nasya dengan senyuman gelinya. "Momy emang paling ngertiin Saza! Tapi Momy gak pernah perhatiin Saza,"

Saza langsung manyun, Nasya pun menjadi sedih. Selama ini, gadis itu selalu sendiri di rumah mewah itu. Walaupun disambut dengan kemarahan, ini adalah pertama kalinya ia pulang ke rumah disambut orangtuanya.

"Sayang, Momy udah cariin kamu temen buat nemenin kamu selama Momy sama Dady di luar negeri," ungkap Nasya. "Kamu gak akan sendiri lagi, Sayang,"

"Udahlah, Mom," balas Azalia malas. "Saza udah biasa sendiri."

"Tapi kamu kayak gini karena kesepian, kan?" tanya Nasya. "Kamu pulang larut karena males sendirian di rumah, 'kan?"

"Aduh, Mom ..., sejak kapan, sih, Momy jadi peramal abal?"

"Saza!" bentak Gino.

Euuuuu!

"Kamu ini benar-benar, ya!" Gino menegur Saza yang malah bersendawa di depan orangtuanya.

"Sayang, cepet masuk ke kamar!" Nasya yang tidak ingin Gino marah, langsung mendorong pelan Saza menaiki​ tangga untuk memasuki kamarnya.

Nasya menatap nanar punggung Saza yang mulai tidak terlihat lagi. Ia merasa bersalah dengan perkembangan anak perempuannya yang malah seperti ini karena kurang perhatian darinya.

Hara (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang