HARA | 31

130 16 79
                                    

A R A R Y A yang tidak sengaja melihat Saza membawa Hara masuk ke mobil, mulai mengepalkan tangannya. Emosinya kembali memuncak. Laki-laki itu menginjak keras gas untuk menabrak mobil Saza dari belakang.

"Maafin aku, Sa." ucap dinginnya. "Laki-laki itu tidak boleh selamat."

Mobil Ararya melaju secepat mungkin dan menubruk mobil Saza berguling jauh menghantam pohon besar di sana. Ararya keluar dari mobil dan bersedekap dada menatap mobil Saza yang mulai mengeluarkan asap.

Saza yang menyadari mobilnya sudah hancur, mulai menarik kepalanya perlahan dari setir. Wajah gadis itu berdarah karena goresan dan tubuhnya mulai mengeluarkan darah karena benturan.

Ia mulai memperjelas matanya yang mulai tidak kuat terbuka. Matanya langsung menatap Hara yang terlihat semakin mengenaskan dengan posisinya yang terlentang di pintu mobil yang sudah terbuka.

"IB!" pekik Saza.

Gadis itu langsung mengambil kepala Hara dan menarik tubuh laki-laki itu untuk keluar dari mobil.

"Ib! Tahan, Ib! Bangun, Ib! Lo pasti kuat! Kita harus ke rumah sakit, Ib! Buka terus mata lo!" Saza kembali menangis melihat laki-laki itu menutup matanya yang sudah terluka sebelah.

"Teh ... sakit,"

Saza langsung menjatuhkan kepalanya di wajah laki-laki itu. Hatinya bagaikan tersayat sebilah tajam mendengar Hara yang mengatakan sakit untuk pertama kalinya.

Hara biasanya mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Namun sepertinya, semua rasa sakitnya saat ini sudah mengambil semua tenaga untuk tetap terlihat baik-baik saja.

Saza menghapus cepat air matanya dan menangkup wajah Hara. "Ib, kuat, ya ... gue mohon, kuat, Ib ... gue gak siap kehilangan lo," gumam Saza di sela-sela lelehan air matanya.

Tangan Hara naik mengusap pipi Saza yang mulai meneteskan darah. "Teteh pulang, ya," ujar lembutnya. "Ada A Ararya, Hara takut Teteh kenapa-kenapa,"

Seketika Saza menghentikan tangisannya. Ia mendongakkan pandangannya pada Ararya yang tengah berdengus menatapnya.

Gluduk!

Suara petir terdengar jelas. Semesta juga marah dengan penderitaan yang dialami orang baik seperti Hara. Saza, gadis itu perlahan berdiri. Mata merahnya tak berpusat pada yang lain selain Ararya.

"LO YANG UDAH BIKIN COWOK GUE KAYAK GINI, HAH?!"

"Iya, Sa," balas santai Ararya. "Udah, jangan nangis, kalo dia gak ada, ada aku, 'kan?"

Saza berdesis. Tangannya bergerak ke belakang, lalu menggengam pisau di punggungnya dengan kepalan kuat. Gadis itu memang selalu membawa pisau pemberian Hilma, ke mana pun ia pergi.

"Aku siap, kok, nikahin kamu." lanjut Ararya yang entah kenapa membuat Saza semakin murka.

Hara berusaha membuka keduanya matanya. Namun, hanya satu mata yang terbuka. Mata lainnya terlalu banyak mengeluarkan darah sampai-sampai terlalu rapat untuk dibuka.

Hara mengumpulan semua tenaga untuk berusaha bangkit. Saza mulai tidak terkendali. Laki-laki itu harus menghentikannya sebelum terjadi sesuatu pada gadis itu.

"LO PIKIR GUE BAKAL TINGGAL DIEM DENGAN APA YANG UDAH LO LAKUIN HAH?!" Saza mulai menggila. "GUE GAK TERIMA! GUE GAK TERIMA LO SIKSA DIA KAYAK GINI!"

"Sa, sabar, Sayang ...." pinta lembut Ararya. "Jangan nangis ...."

Saza berlari secepat kilat mendekati Ararya. Gadis itu melompat dan menaikkan pisaunya mengarah ke bahu laki-laki itu. Ararya membuka mulut dan matanya lebar-lebar sebelum akhirnya ....

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 17, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Hara (Selesai)Where stories live. Discover now