Hara | 25

45 15 30
                                    

S A A T  membuka pintu kamar, senyuman Hara merekah begitu saja melihat Saza yang tengah bercermin merapikan hijabnya. Laki-laki itu melangkah dan menaruh tangannya di kedua bahu gadis itu.

"Subhanallah," Hara mengulas seringai tipis menatap bayangan Saza di cermin. "Teteh semakin cantik."

Saza yang masih tersipu malu, mulai berdiri menghadap Hara. Entah mengapa saat memakai hijab, ia tidak berani menatap mata laki-laki itu. Gadis itu hanya tertegun dengan senyuman.

Kenapa gue gak berani natap si Goib? Jadi, ini keajaiban hijab?

"Hijab udah bikin Teteh nundukin pandangan juga, Teh." Seolah tahu apa yang dipikirkan gadis itu, Hara langsung berucap. "Itu bagus, Teh. Teteh bakal terhindar dari jinah mata."

"Semua itu karena lo, Ib." Saza masih tidak menaikkan pandangannya. "Sekarang, lo bener-bener jadi matahari gue."

Hara merespon dengan senyuman.

"Matahari yang berhasil menyinari jalan seorang gadis malam seperti Saza Azzaliya Fayyola." lanjut gadis itu.

Saza melangkah mendekati jendela. Ia tersenyum lembut menatap matahari tengah terbenam di sana.

"Dan gue mau, matahari gue ... terus terbit, tanpa terbenam."

🍃

Saza mengalungkan dasi ke leher Hara. Ia menarik seragam laki-laki itu dan mulai memasangkannya dengan senyuman menggoda.

Gadis itu sedang tidak memakai hijab, jadi sikap aslinya akan keluar dengan mudah. "Lo gak mau ngucapin sesuatu sama gue?"

Hara tersenyum. "Selamat pagi, Teh."

Saza menatapnya malas. Ia melepas dasi Hara, lalu membalikkan badannya. "Pasang sendiri aja."

Kayaknya, si Goib gak tau kalo hari ini gue ultah.

Hara menggeleng pelan, ia menarik tangan Saza dan mengikis jarak keduanya. "Hara salah ngomong, Teh ...?" Ia menyelipkan rambut gadis itu ke daun telinganya.

"Enggak."

Tangan lain laki-laki itu mulai melingkari perut Saza. "Ganti baju, Teh ... kita berangkat.

"Gue siapin dulu jus," ujar Saza.

"Gak perlu, Teh," tolak lembut Hara. "Teteh tiap hari, lho, bikinin jus buat Hara. "Gak bosen, Teh?"

"Nggak." Saza menggeleng pelan. "Lo bosen minum jus buatan gue?"

"Gak mungkin bosen." Hara tersenyum merapikan rambut gadis itu. "Tapi, harus banget, ya, Teh, minum tiap hari?"

"Harus, Ib!" Saza langsung memegang wajah laki-laki itu. "Lo harus minum, gak boleh nolak."

Ini buat kesembuhan lo. Gue gak mau lagi ada orang yang nganggep lo bodoh.

Hara terkekeh. "Iya, Hara minum buat Teteh."

🍃

"Woy! Sa! Happ—"

Saza langsung membungkam mulut Faiq. "Diem lu!" bisiknya.

Hara menatapnya penuh tanda tanya, gadis itu pun langsung menolehkan kepala padanya.

"Ib! Lo duluan, ya, gue mau ngobrolin dulu hutang si Faiq."

"Iya, Teh." sahut Hara, ia beralih menatap Faiq. "A, Hara duluan."

Faiq hanya mengangguk-ngangguk. Ia tidak bisa menjawab karena Saza terus membekapnya. Hara mulai meninggalkan mereka berdua. Saza pun melepaskan tangannya dari mulut Faiq dan menatap malas laki-laki itu.

Hara (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang