Hara | 24

47 16 47
                                    

S A Z A  dan Hara keluar dari mobil. Hara mengikis jarak keduanya dan membelai lembut rambut Saza. Gadis itu tersenyum begitu saja. Ia merasa senang melihat perubahan Hara setelah meminum obat dari dokter. Laki-laki itu terlihat lebih dewasa.

Obatnya bener-bener bergerak cepat.

"Ke kelas sekarang?" ajak Saza.

Hara menggengam tangan gadis itu. "Yuk,"

Saza memperhatikan genggaman Hara, lalu menaikkan tangannya. "Tumben banget? Biasanya juga gue yang selalu pegang lo duluan?"

Hara terkekeh pelan. "Ya udah, Hara lepas, deh ...," ucapnya jahil, Saza pun langsung mempererat genggaman laki-laki itu.

"Gak usah," ujar Saza, ia langsung berjinjit, mendekatkan bibirnya ke telinga laki-laki itu. "Lebih sering lagi, ya,"

Hara mengelus pipi gadis itu. "Apa pun buat Teteh."

Saza tertawa. "Lo kayak gini aneh juga, ya!"

Hara tertawa kecil.

"Tapi, jujur aja gue suka, sih!" seru Saza.

"Syukur kalo suka," Hara mengacak pelan rambut Saza. "Kita masuk sekarang?"

Saza mengangguk semangat. Hara pun mulai melangkah menggiring gadis itu memasuki koridor. Kaki mereka berjalan, namun pandangan mereka malah saling memandang dengan tatapan memuja.

Gue gak mimpi, 'kan? Ini beneran cowok polos gue? batin Saza.

Faiq tiba-tiba berhenti di depan mereka berdua. Saza dan Hara pun menghentikan langkahnya, lalu memusatkan mata pada laki-laki di depannya.

"Har, gue boleh ngomong berdua, gak, sama Saza?" pinta Faiq.

"Boleh, A." balas Hara. Ia beralih menatap Saza. "Teh, Hara ke kelas duluan, ya,"

Saza berdehem. Hara pun melepaskan genggaman tangannya, dan melangkah meninggalkan Saza bersama Faiq. Gadis itu mengarahkan bola matanya pada Faiq, menatap serius laki-laki itu.

"Gimana? Lo udah temuin dokternya?" tanya Faiq.

"Udah," jawab Saza, gadis itu pun menghela napas panjang. "Ternyata selama ini, dia bukan polos ataupun bodoh."

"Terus?"

"Dia ... cuma lagi sakit."

"Sakit apa?"

"Gue gak bisa jelasin. Tapi satu ...."

"Penyakit itu udah bikin dia telat mikir, sampai-sampai semua orang nganggep dia bodoh, termasuk gue."

🍃

Savina mendekati teman sekelasnya—Eliva—perempuan yang terbilang nakal dan tidak terlalu kaya. Ada rumor yang mengatakan bahwa gadis itu sedang memerlukan uang untuk operasi ibunya. Savina pun bisa memanfaatkan gadis itu dengan uangnya.

Savina duduk di samping Eliva. "Lo lagi butuh uang, 'kan?"

Eliva mendelik, lalu mengangguk. "Kenapa emang?"

"Gue bisa bayar semua operasi nyokap lo." ungkap Savina. "Dengan satu syarat mudah."

"Apa?"

Savina mendekatkan bibirnya ke telinga Eliva untuk berbisik. Ia memberitahukan syarat yang diajukannya. Setelah gadis itu menjauhkan bibirnya, Eliva pun menatapnya serius.

"Oke. Gue setuju."

🍃

Hara tengah menyandarkan diri di tiang koridor untuk menonton pertandingan basket di depanya. Ia terus mempertahankan seringai indahnya. Baru kali ini ia merasakan ketenangan hati yang setenang itu.

Hara (Selesai)Where stories live. Discover now