Hara ¦ 10

124 55 461
                                    

S E T E L A H menyadari hari sudah pagi, Saza pun mengerjapkan matanya. Ia bangkit, memegang kepalanya yang terasa sakit. Ia membuka matanya perlahan dan terkejut, Hara sudah tidak ada di kamarnya.

Kemana Si Goib? Dia gak mungkin ke alam gaib, 'kan?

Saza menggeser selimut dan turun perlahan dari kasurnya. Ia berjalan lemas dan mulai menuruni tangga. Baru beberapa tangga yang ia turuni, langkahnya sudah terhenti melihat laki-laki yang dicarinya tengah menyiapkan sarapan di meja makan.

"Teh," ucap Hara tersenyum menatap Saza.

"Apa?"

"Sini, Teh." ajak Hara, membuat Saza langsung menghampirinya. "Hara udah siapin sarapan buat Teteh,"

"Lo udah sembuh, Ib?" tanya Saza mendudukkan bokongnya di kursi.

"Udah, Teh," Hara menyodorkan sepiring nasi pada Saza.

"Syukur, deh."

"Teteh kenapa pucet, Teh?" Hara langsung menempelkan punggung tangannya di kening Saza. "Gak demam,"

"Gue cuma pusing," Saza menurunkan perlahan tangan Hara dari dahinya.

"Hara anterin ke dokter, Teh?" Tawar Hara, Saza pun menggeleng.

"Gue hari ini sekolah," lanjut Saza. "Lo gak usah sekolah. Gue yakin, lo masih sakit."

"Hara pengen sekolah, Teh," ungkap Hara.

"Batu lo, ya!"

"Hara, 'kan, dibuat dari tanah." sergah Hara. "Bukan batu, Teh."

"Maksud gue, lo keras kepala!" Saza mulai emosi.

"Kepala Hara lembut, Teh," tukas Hara. "Kan, dilapisin kulit."

"LAILAHAILLAULAH!" Saza mulai jengah.

"Kenapa, Teh?" Hara panik. "Ada gempa?"

"Makan buru!" Saza menggetok kepala Hara dengan sendok yang dipegangnya.

"Aduh," Hara nyengir. Ia mengelus kepalanya yang sudah dinodai sendok. "Baik, Teh,"

Saza kembali memakan sarapan paginya. Ia sebenarnya tidak nafsu makan, tapi Hara sudah memasak untuknya. Jadi, gadis itu harus menghargainya.

Kenapa gue gak nafsu makan, sih? Padahal masakan si Goib lumayan juga.

Sambil memasukkan nasi ke mulutnya, Hara terus memperhatikan Saza. Ia bisa melihat kelemasan di wajah gadis itu.

"Teh," panggil Hara, Saza langsung mendongak. "Teteh gak usah sekolah, kayaknya Teteh lagi sakit, deh,"

"Gue gak ngerasa sakit."

"Tapi, Teh—"

"Ngomong mulu!" protes Saza. "Itu mulut atau bibir, sih? Gak ngerti gue."

"Kaki, Teh."

"Pantesan bisa ngomong."

Hara tidak menjawab. Melihat kondisi Saza saat ini, pikirannya kacau. Ia tidak bisa mengatakan sepatah kata apa pun. Rasa khawatir sudah membuatnya bungkam.

"Jangan sekolah, Teh." ujar Hara. "Hara gak mau Teteh sakit."

"Gak masalah, Ib." Saza tersenyum. "Kalo pun gue sakit, sekarang ada lo yang jagain gue."

🍃

Saza dan Hara sudah sampai di sekolah. Ia keluar dari mobilnya diikuti Hara. Setelah Hara berada di sisinya, gadis itu langsung memperhatikan Hara dengan teliti. Ia menggeleng pelan melihat seragam Hara yang sudah dimasukkan ke dalam.

Hara (Selesai)Where stories live. Discover now