6: di antara tawa kirana mahaira

130 22 5
                                    

✎ ⋆ ˚ • ⋆

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⋆ ˚ • ⋆

"My girl is coming baaack!" Pekikan Marsha sontak mengundang berpasang-pasang mata tertuju pada Rana yang baru saja memasuki kelas. Rana langsung melempar desisan protes atas suara kawan sebangkunya yang terlalu kencang.

"Jadi, jadi, kenapa lo nggak sekalian libur aja sampe tangan lo sembuh? Libur sebulan lumayan tau, Ran. I wish I had that opportunity."

"Maksudnya lo mau tangan lo dipakein gips juga?" sahut Rana.

"Nggak gitu sih, Ranaaa. Gue mau bagian punya kesempatan buat libur sebulannya!"

"Percaya deh, kalo lo jadi gue, lo juga bakal melakukan hal yang sama. Sendirian di rumah tapi susah mau ngapa-ngapain lebih menyiksa tau."

"Ah," Marsha seolah baru teringat sesuatu, "iya juga ya. Udah anak tunggal, nyokap lo juga kerja. Sori deh. Buat gue yang rumahnya rame kayak kebun binatang, bisa sendirian di rumah itu such a luxury."

Rana tertawa singkat. Marsha adalah anak ketiga dari empat bersaudara dan ia satu-satunya perempuan di antara tiga laki-laki. Menjadi anak tunggal selama 17 tahun, Rana sedikit bisa paham kalimat Marsha barusan yang mungkin ditambah dengan bumbu hiperbola. Rana sendiri belum pernah berkunjung ke rumah Marsha karena berkali-kali pun gadis itu menolak.

Males deh nanti kita nggak bisa punya privacy, Ran! Lo lebih baik nggak usah deh ketemu abang-abang gue. Kalo Mahesa sih mending ya ... eh tapi nggak juga deng, tuh bocil lagi masuk puber, lebih baik dihindari. Begitu, kira-kira. Jadilah mereka lebih sering bermarkas di rumah Rana—yang Marsha tetapkan sebagai rumah keduanya saking seringnya mampir atau menginap.

"Terus, kemaren si Krama jadi ke rumah lo?" Saat jam istirahat tiba, mereka menyusuri koridor menuju kantin. Beberapa anak dari kelas lain ada yang menyapa Rana dan menanyakan keadaan tangannya.

Rana mengangguk.

"Ngapain aja lo berdua? Dia cowok pertama yang ke rumah lo nggak sih?" selidik Marsha.

"Hmmm, iya ya?"

"Iya, Kirana! Semua orang bisa liat kali lo tuh paling kasih jarak kalo sama cowok. Tiap ada yang mau deketin lo aja, lo beneran kayak nganggep mereka nggak ada. Cewek kejam!" Marsha menyipit ke arah Rana. "Makanya, waktu lo bilang lo ngizinin Krama ke rumah lo, gue syok. Kok bisa!? Ngapain aja lo berdua, jawab!"

"Ngerjain PR? Apa lagi emang yang lo pikirin?" sahut Rana santai.

"Beneran cuma itu doang?" Dibalas anggukan tegas, Marsha jadi urung mengorek-ngorek lagi. "Ya gue sih percaya lo. Lo Kirana Mahaira, by the way. Tapi ya, si Krama ini, kok bisa sih dia segitunya? Maksud gue, bener-bener sampe nyamperin lo ke rumah, padahal cowok-cowok lain kayak pada segan sama lo. Terus, mana dia rela bersusah-susah. Dia Krama yang setahunan ini sekelas sama kita, kan?"

where our hearts meetWhere stories live. Discover now