17: krama dan kebiasaannya

68 13 4
                                    

✎ ⋆ ˚ • ⋆

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⋆ ˚ • ⋆

Duduk bersandar di bangku bambu teras, Krama memangku gitar dan memetik senar-senarnya lembut. Mengalun melodi-melodi asal yang ia ambil dari lagu apapun yang melintas di benaknya, maupun melodi yang ia gubah asal-asalan. Malam membawa tenang ke gang rumahnya. Tak jauh, terdengar cericipan bocah-bocah dan bunyi desing roda sepeda yang berputar. Usai makan malam, Krama mengeluyur ke teras untuk menyegarkan pikiran akibat PR fisika yang membuat otaknya mengepul. Sebelumnya ia sempatkan mengetik pesan untuk Rana yang membantunya memecahkan-juga menjelaskan-beberapa soal.

Gue mau istirahat dulu bentar yak. Takut bgt otak gue overwork terus mogok. Kan serem.

Hari-hari berlalu seperti biasanya. Tidak ada yang baru. Di sekolah, Yure masih suka merecokinya dengan nasihat-nasihat dan memintanya tobat segera. Sesekali ia dan Rana akan mengunjungi perpustakaan dan belajar bersama. Sumpah, bukan Krama yang menginisiasi aktivitas itu untuk masih berlangsung sampai sekarang, tapi Rana. Mana mungkin Krama mau merepotkan gadis itu lebih jauh lagi berurusan dengan otak kosong sepertinya?

"Lo bisa kalo mau berusaha. Tuh, barusan buktinya, lo dapet jawabannya sendiri, kan?"

"Lo nggak sayang apa, Ran?"

"Sayang ...?"

"Sama waktu lo," ujar Krama saat itu. "Daripada lo sibuk jelasin ini itu ke gue, lebih nguntungin kalo lo belajar yang lain, kan?"

Rana cuma melemparkan tatapan yang Krama sulit definisikan. Mengembuskan napas, gadis itu tersenyum tipis dan mengalihkan perhatian mereka ke soal berikutnya. Di akhir pertemuan itu, Rana mencegat Krama sebelum mereka berpisah. Krama ingat sinar lembut yang bersanding dengan ketegasan dari iris gadis itu. "Lo nggak suka ya belajar bareng gue?" tanyanya.

Sontak Krama tercengang. "Mana ada!?"

"Tapi apa yang lo bilang tadi bikin gue mikir gitu. Soal gue yang bisa ngelakuin hal lain daripada gue habisin sama lo."

"Lah, bukan gitu, Ran. Gue cuma ... nggak mau aja lo nyesel."

Kening Rana berkerut samar. "Kenapa gue bakal nyesel?"

"Karena nggak ada yang bisa gue kasih sebagai balasan lo ngajarin gue?"

Menelengkan kepala, Rana membalas, "Gue setransaksional itu ya di kepala lo?"

Krama terkekeh. Kikuk. "Ya nggak sih... Cuma, that's how a relationship should be, kan? Give and take."

"Apa lo gitu juga ke semua temen-temen lo? Give and take?"

"Nggg... nggak juga sih. Tapi bukannya waktu berharga buat lo, Ran? UTS udah kelar, bentar lagi UAS. Ya gue yakin sih lo udah pasti masuk kuota undangan dan tinggi kemungkinannya lolos di situ, tapi lo punya banyak hal yang mau lo capai, no? Sebelum gue ngerecokin hidup lo, lo keliatan selalu baca buku, belajar bareng Marsha dan otak-otak encer lainnya di sekolah, pulang tepat waktu.... Dan sekarang sama gue lo jadi pulang sore, sering duduk nongkrong doang di kantin, banyak jajan nggak sehat-batagor, cilok, sama apa tuh kemaren, lo bilang baru pertama kali nyobain telur gulung? Kayak ... kok nggak ada positif-positifnya gue di hidup lo...."

where our hearts meetWhere stories live. Discover now