11: sama-sama kembali

90 12 3
                                    

✎ ⋆ ˚ • ⋆

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

✎ ⋆ ˚ • ⋆

Rana selalu suka duduk di barisan bangku paling depan sejak ia mengenal sekolah. Termasuk ketika ia kelas 2 SD; duduk manis di bangkunya, hari itu Rana membaca perlahan apa yang gurunya tuliskan di papan tulis. Ceritakan tentang satu anggota keluarga kamu serta alasan mengapa kamu memilihnya. Ada beberapa kedipan mata termenung, sebelum perhatian Rana tercurah pada sekitarnya yang seketika riuh. Tangan-tangan terangkat setinggi-tingginya, mulut berlomba mengajukan pertanyaan.

"Bu Guru, kalau kakek berarti boleh, kan?"

"Bu Guru, kalau dua boleh? Nanti Papa sedih kalau aku cuma pilih Mama!"

"Bu Guru, kalau aku ceritain kucingku Leo, boleh?"

Di tengah huru-hara itu, Rana terdiam. Mengambil buku tulis, membuka halaman kosong. Tangannya membubuhkan judul besar di baris paling atas. Mama.

Tidak seperti teman sekelasnya, Rana tidak perlu berbingung-bingung menghitung jari atas siapa saja yang akan terluka kalau tidak kedapatan dipilih di keluarganya. Pilihannya hanya satu dan pasti. Satu-satunya wanita yang hidup membesarkan Rana, yang memasakkan berbagai menu bekal amat enak dan cantik sampai membuat teman sebangkunya iri, yang mengantar-jemput sekolah tanpa absen sampai Rana menginjak remaja.

Mama, Rana dapat dua 100 hari ini!

Mama, Rana punya hadiah, tadi Rana bikin miniatur rumah pake barang bekas!

Mama, tadi Rana jatuh waktu main basket, tapi udah diobatin sama Bu Guru kok.

Mama. Mama. Mama. Tidak ada nama lain yang Rana panggil di rumah selain kata itu. Dan karena itu pula, Rana berusaha menjadi anak yang baik, terlebih begitu menyadari apa yang Mama harus lalui untuk menghidupi mereka berdua.

"Lo nggak ke perpus lagi?"

Nada jahil Marsha tidak berhasil menembus suasana hati Rana yang berkabut beberapa hari ini. Rana cuma menggeleng, menyunggingkan senyum yang tak seberapa.

Perang dingin masih berlangsung di rumah. Mama pergi bekerja sebelum Rana bangun, tapi masih menyempatkan meninggalkan menu sarapan yang selalu hangat di meja, kemudian baru pulang setelah Rana tidur. Fokus Rana di sekolah jadi agak terpecah memikirkan, apakah hari ini ia akan pulang tanpa melihat Mama lagi? Begitu pun esok hari?

"Udah nggak PDKT lo sama si Krama?"

Ah, Krama. Hubungannya dengan lelaki itu juga sedang tidak baik. Tidak, mereka tidak bertengkar. Semua salah Rana. Rana yang terlalu membiarkan sisi emosionalnya memegang kendali tempo hari, yang membuat semuanya jadi ... agak canggung. Sejak hari itu, tanpa kata, Rana berhenti pergi ke perpustakaan. Ia juga tanpa sadar menghindari berpapasan atau berkontak mata dengan Krama.

Tapi ... mau sampai kapan? Itu yang Rana terus pertanyakan sambil memikirkan cara untuk memperbaiki situasi ini. Memilah-milah mana dari kalimatnya kemarin-kemarin yang bisa dibenahi dan dimintakan maaf. Pada Mama. Juga Krama.

where our hearts meetTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon