13: rahasia kirana mahaira

81 14 7
                                    

✎ ⋆ ˚ • ⋆

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⋆ ˚ • ⋆

"Lo mikirin apa?"

Krama mengangkat pandangan, bertemu tatapan penasaran Rana. "Hm? Oh. Emang keliatan gue lagi mikir?"

Gadis itu mengangguk kecil—yang kelihatan lucu di mata Krama.

"Masa sih?" Krama menyisipkan senyum, yang kemudian dilipat menjadi gestur menimbang. "Nggg ... gue kepikiran aja sama yang lo omongin kemaren. Bagian kalo tangan lo nggak cidera ... mungkin lo nggak akan tau apa yang pengen lo lakuin."

Sejak masuk ke telinganya tempo hari, kalimat Rana tidak berhenti mengusik lelaki itu. Terlebih karena Rana meletakkan Krama sebagai subjek utama; menegaskan bahwa hal-hal yang Krama lakukan (yang sengaja maupun tidak) berdampak pada gadis itu, pun dampak yang disebutkan terdengar baik .... Krama masih sulit mempercayai hal tersebut.

Kayak, ya kali gue? Ke seorang Kirana Mahaira ini?

"Oh ya? Kenapa sama kata-kata gue yang itu?"

"Nggak masuk akal."

"Hah?"

"Yaaa lo tuh Kirana Mahaira kali, masa ada hal yang lo nggak tau menyangkut hidup lo? Kayak ... masa lo harus terluka dulu—gara-gara gue lagi—buat tau apa yang pengen lo lakuin?" Krama mendengus, terlihat betul kejengkelan di wajahnya. "Kayak nggak ada cara yang lebih aman aja gitu...," gerutunya.

Rana terkekeh, tapi sorot berikutnya melembut bercampur simpati. "Lo tuh kapan sih mau berhenti nyalahin diri lo sendiri?"

Mulut Krama sudah terbuka setengah, tapi kata nihil keluar dari sana. Kalimat Rana barusan membangunkan sesuatu di benaknya. Lelaki itu pun membasahi bibir kilat dan menghela napas sebelum memangku dagu ke atas meja. "Jadi, kalo gue boleh kepo, apa tuh hal yang baru lo sadar pengen lo lakuin?"

Tidak mengekspektasi peralihan topik, Rana yang agak terkejut perlahan tersenyum kembali mendengar pertanyaan itu. "Gue udah pernah kasih tau lo kok. Masa lo nggak inget?"

"Hah? Iyak? Kapan? Yang mana? Wait, wait ... hmm ... kok gue nggak inget apa-apa sih?" Dahi Krama terlipat dalam karena berpikir keras. "Nyerah dah. Call a friend boleh nggak?"

Rana tertawa. Mengangkat bahunya, mempersilakan—menantikan apa yang akan Krama lakukan selanjutnya. Dan benar saja, gadis itu dibuat tersenyum selebar-lebarnya ketika Krama memperagakan tangannya menyerupai telepon dan menempelkannya ke telinga, pura-pura bermimik serius seperti sedang menunggu sambungan. Rana menggeleng-geleng menyaksikannya. Begitu aktingnya usai, Krama pun ikut tertawa bersama gadis itu.

"Jadi jadi? Apaan tuh, Ran?"

Rana memberi jeda beberapa detik sebelum, "Arsitektur. Rumah ... gue pengen bikin rumah gue sendiri. Inget nggak?"

"Oh... Oooh itu... Lah, lo baru niat mau ambil arsi setelah insiden itu...?" Di tengah ujung kalimat Krama yang mengambang, Rana mengangguk. "Wow. Wow wow wow. Wow fakta. Nggak nyangka gue. Kok bisa sih? Gue kira lo udah tau mau ambil arsi dari zaman lo masih fetus."

where our hearts meetWhere stories live. Discover now