Malam teman-teman Pembaca semua. Aku mau infoin sesuatu dulu sebelum kalian baca part ini. Jadi, beberapa hari yang lalu aku kan sempat tanya tentang nama 'Juan' dan ternyata banyak yang setuju buat ganti nama 'Juan' biar pembaca nggak bingung.
Dan, aku putusin untuk ganti nama 'JUAN' menjadi 'AFAN' ya. Biar mudah dan nggak bingungin kalian nyebutnya juga.
Jadi, mulai sekarang nama 'JUAN' berganti menjadi 'AFAN' ya. Semoga teman-teman nggak bingung lagi atau pun ketuker namanya dengan Juna.
Selamat membaca Hi Awan.
******
Hana tak bisa berhenti menceritakan kejadian semalam ke Jian. Bahkan sampai detik ini Hana masih tidak percaya dengan apa yang terjadi kepadanya. Jian juga tak kalah kaget ketika mendengar cerita Hana.
Orang yang Hana suka sejak SMA meminta nomornya? Hana pernah membayangkan hal ini terjadi, tapi tak pernah berpikir akan secepat ini. Entah mengapa, sejak Hana masuk universitas Arwana, Hana jadi sering bertemu Juna. Apakah mungkin ini adalah pertanda baik?
Entahlah, untuk saat ini Hana hanya ingin merasakan kebahagiaan tanpa banyak berharap apapun.
"Ji, gue beneran nggak lagi mimpi, kan?"
"Nggak Han."
"Coba tampar pipi gue."
Plak
Jian dengan tak berdosanya langsung menampar pelan pipi Hana, membuat gadis itu terkejut dan sedikit meringis.
"Sakit Jian!"
"Berarti lo nggak mimpi Hanara!"
Rasa sakit pipinya seketika menghilang, senyum di wajah Hana kembali mengembang.
"Ya ampun beneran nyata! Kak Juna minta nomor gue!!!"
Jian mendekatkan duduknya, menjadi lebih penasraan.
"Terus Han, setelah itu gimana?"
Hana menatap Jian bingung.
"Bagaimana maksudnya?"
"Setelah minta nomor lo, Kak Juna sudah chat lo, nggak?"
Hana seketika terdiam, baru menyadari hal itu. Detik berikutnya Hana menggeleng lemah.
"Belum Jian."
"Sama sekali nggak ada chat buat bilang itu nomer dia? Atau setidaknya miscall lo gitu?"
Hana menggeleng kedua kalinya.
"Nggak ada."
Jian menghela napas panjang, berpikir sejenak.
"Terus ngapain minta nomor lo?"
"Mungkin Kak Juna lupa semalam atau sibuk, Ji. Gue yakin Kak Juna pasti chat gue suatu hari."
"Iya, harusnya sih pasti chat lo. Nggak mungkin, kan, nomor lo cuma dibuat pajangan aja?"
Hana tersenyum kaku.
"Semoga ya Ji."
Jian memegang kedua bahu Hana erat.
"Han, jangan terlalu banyak berharap dulu ya. Tenangin hati dan pikiran lo seperti biasanya."
YOU ARE READING
HI AWAN
Teen Fiction(MARIPOSA UNIVERSE) Bagiku, menyukainya dari jauh sudah cukup. Aku berani menyukainya tapi takut untuk mendekatinya. Bahkan, untuk menyebut namanya saja aku terlalu gugup. Karena itu, aku selalu menyebutnya Kak Awan.