Hana menghela napas panjang, hal yang paling ditakuti Hana akhirnya terjadi. Hana membuka hasil transkrip nilainya semester ini dan dari delapan mata kuliah yang Hana ambil, hampir semuanya mendapatkan nilai C dan hanya dua mata kuliah yang mendapatkan nilai B.
Hana menatap deretan nilai-nilainya dengan tangan gemetar, padahal Hana sudah berjuang keras untuk semester pertamannya namun karena Hana tidak mengikuti ujian semester akhir yang memiliki presentasi nilai cukup besar, membuat Hana harus menanggung resiko seperti sekarang.
"Beasiswa gue pasti akan dicabut," lirih Hana yakin.
Perjanjian awal saat Hana mendapatkan beasiswanya adalah nilai Hana di setiap semesternya paling jelek harus B. Jika ada satu nilai yang C maka beasiswa Hana otomatis harus dicabut. Nyatanya saat ini bukan hanya satu mata kuliah Hana saja yang C tapi hampir semuanya.
Hana tertunduk lemah. "Gue nggak tau harus gimana."
*****
Hana berjalan keluar kamar, ia melihat Ibunya tengah menata makanan di meja. Sejak seminggu yang lalu Ibu Hana sudah keluar dari rumah sakit. Hana sangat senang melihat kondisi Ibunya yang semakin membaik, meskipun sang Ibu tidak bisa terlalu kelelahan.
Hana berjalan mendekati Rita.
"Ibu, biar Hana aja yang nata makanan-makanannya," ucap Hana melarang Rita.
"Nggak apa-apa Han. Biar Ibu lebih banyak gerak, ini juga bukan pekerjaan berat."
"Hana bantuin ya Bu."
Rita menoleh ke Hana, ingin menyampaikan sesuatu.
"Han, lusa Ibu mau jualan lagi," ucap Rita dengan hati-hati.
Hana menghentikan aktivitasnya dan langsung menatap sang Ibu.
"Kondisi Ibu belum sepenuhnya pulih. Ibu istirahat dulu ya."
Rita menggeleng.
"Ibu sudah jauh membaik Han. Kita juga harus tetap beli kebutuhan sehari-hari kita dan lainnya. Ibu tau uang tabungan kamu sudah habis untuk biaya rumah sakit Ibu dan uang Ibu juga sudah hampir habis."
Hana terdiam, kenyataan menyakitkan yang harus diterima Hana. Ingin sekali Hana melarang, namun yang dikatakan Ibunya benar adanya.
"Ibu janji hanya buka di pagi hari sampai siang. Kalau kelelahan, Ibu akan langsung tutup. Ibu nggak akan forsir tubuh Ibu seperti dulu," tambah Rita sungguh-sungguh.
"Beneran kondisi Ibu nggak apa-apa buat jualan lagi?" tanya Hana memastikan.
Rita tersenyum dan mengangguk yakin.
"Ibu yakin kuat Hana. Ibu nggak bakalan kenapa-kenapa."
Hana pun akhirnya mengangguk setuju.
"Hana akan bantuin Ibu jualan kalau Hana nggak ada kelas kuliah. Hana juga bantuin Ibu siapin bahan-bahan untuk jualan."
****
Hana menatap layar ponselnya dengan gusar, beberapa menit yang lalu Hana mendapatkan email dari pihak kampus yang meminta Hana agar datang ke kampus untuk membahas tentang beasiswa Hana.
Tanpa perlu dijelaskan langsung, Hana sangat paham apa yang akan dibahas nantinya. Pasti tentang pencabutan beasiswanya.
*****
YOU ARE READING
HI AWAN
Teen Fiction(MARIPOSA UNIVERSE) Bagiku, menyukainya dari jauh sudah cukup. Aku berani menyukainya tapi takut untuk mendekatinya. Bahkan, untuk menyebut namanya saja aku terlalu gugup. Karena itu, aku selalu menyebutnya Kak Awan.