Hana menghela napas panjang sembari melihat ke jam tangannya menunjukkan pukul setengah tiga dini hari. Malam ini anggota baru himpunan melaksanakan jurit malam, mereka harus melalui empat pos sebelum pukul setengah empat.
Hana menyenderkan tubuhnya di pohon, ingin istirahat sejenak. Kelompoknya sudah tiba di pos terakhir dan sedang menunggu kelompok sebelumnya masih mendapatkan tugas dari panitia.
"Han, lo nggak apa-apa?" tanya Desi.
Hana menggeleng.
"Nggak Des."
"Beneran? Wajah lo pucet banget."
"Gue kecapean aja."
"Minum dulu Han. Mana botol air minum lo?"
"Air gue habis di pos tiga tadi Des."
Desi segera berdiri dan menghampiri Erik, sang ketua kelompok untuk memberitahu kondisi Hana. Tak lama kemudian Desi kembali menghampiri Hana bersama Erik.
Erik berjongkok di samping Hana.
"Han, lo beneran nggak apa-apa?"
Hana menoleh, melihat wajah Erik yang khawatir.
"Gue nggak apa-apa. Hanya nggak terbiasa ikut acara gini, makanya agak kaget," jawab Hana jujur.
Erik segera memberikan botol minumnya.
"Minum Han."
Hana mengangguk dan menerima botol tersebut. Hana segera meminumnya.
"Makasih Erik," ucap Hana merasa lebih membaik setelah minum beberapa teguk.
Erik menerima kembali botol minumnya, ia menatap Hana yang masih terlihat pucat.
"Han, mau gue panggilin kakak panitia?"
Hana menggeleng cepat dan segera menegakkan tubuhnya.
"Nggak perlu Rik. Tinggal pos terakhir. Gue beneran nggak apa-apa dan masih kuat, kok," tolak Hana.
Erik dan Des saling berpandangan sebentar, kemudian kembali menatap Hana.
"Han, kalau lo ngerasa nggak kuat beneran bilang, ya," pinta Desi.
Hana mengembangkan senyumnya sembari mengangguk.
"Iya."
Tak lama kemudian, kelompok Hana dipanggil untuk mendapatkan tugas di pos terakhir. Tugas kali ini mereka diminta untuk menjawab empat soal kalkulus yang sangat sulit sekali. Apalagi untuk mahasiswi semester satu.
Hana melihat Erik dan Desi mulai mengomel, merasa tugas yang diberikan kakak panitia sangatlah tidak masuk akal dan mungkin tidak akan bisa diselesaikan.
Hana menoleh ke belakang, tidak hanya kelompoknya yang kesusahan. Dua kelompok sebelumnya yang duluan sampai di pos terakhir pun masih berusaha menyelesaikan tugas mereka.
"Beneran nggak ada yang bisa jawab? Satu soal aja?" tanya Erik kepada teman-teman kelompoknya.
Semuanya menggeleng kecuali Hana. Sedari tadi ia mengamati lembar soal di hadapannya, merasa ada yang aneh dan merasa ada yang kurang.
"Kenapa soalnya cuma empat?" lirih Hana mengutarakan keanehannya.
Semua anggota kelompok Hana langsung menoleh ke Hana kemudian ke lembar soal, memastikan ucapan Hana. Dan, memang benar hanya ada empat soal di sana.
"Emang kenapa Han kalau empat soal?" tanya Desi masih tak mengerti.
Hana bergumam pelan.
"Sejak pos pertama kita dikasih tugas, semua tugas yang diberikan pasti ada lima. Entah itu perintah, entah itu teka-teki pasti kita dikasih lima, mungkin karena setiap kelompok ada lima orang. Dan, sejak pagi kakak panitia terus menekankan bahwa kita ini tim, kita ini satu, kita harus kompak, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HI AWAN
Teen Fiction(MARIPOSA UNIVERSE) Bagiku, menyukainya dari jauh sudah cukup. Aku berani menyukainya tapi takut untuk mendekatinya. Bahkan, untuk menyebut namanya saja aku terlalu gugup. Karena itu, aku selalu menyebutnya Kak Awan.