Hana memasukan laptop dan bukunya ke dalam tas, hari ini Hana berangkat ke kampus lebih pagi. Hana harus mampir dulu ke fotocopy untuk mencetak makalahnya, maklum saja Hana tidak memiliki printer di rumah.
Hana keluar kamar, mendapati Ibunya yang baru pulang dari pasar dengan wajah kelelahan. Kadang, Hana merasa bersalah akhir-akhir ini tidak bisa membantu Ibunya karena jadwal kuliah dan tugasnya yang cukup padat.
"Bu, biar Hana yang bawain," ucap Hana langsung merebut belanjaan Ibunya dan membawakannya sampai dapur.
"Han nggak perlu bantu Ibu nanti baju kamu kotor," ucap Rita.
Hana tersenyum kecil.
"Baju Hana sama sekali nggak kotor Ibu."
Rita membalas senyum putrinya dengan hangat, kemudian mengeluarkan uang lima puluh ribuan dan memberikannya ke Hana.
"Ini, Han."
Hana mengerutkan kening, menatap Ibunya bingung.
"Uang untuk apa Bu?"
"Kamu banyak pengeluaran beberapa minggu ini untuk tugas dan lain-lainnya. Ibu takut uang jajan kamu kurang."
Hana menggeleng.
"Uang jajan Hana masih ada Ibu, sama sekali nggak kurang," tolak Hana sopan.
"Beneran? Kamu jangan terlalu irit. Kalau pengin beli apapun beli aja. Uang Ibu sekarang cukup banyak."
Hana terkekeh mendengar ucapan Ibunya yang begitu semangat.
"Mending uang Ibu ditabung atau Ibu buat beli baju baru. Sudah lama kan Ibu nggak beli baju baru atau makan-makan enak di luar gitu."
"Ibu nggak butuh baju baru, yang penting anak Ibu bisa kuliah dengan nyaman dan nggak kekurangan Ibu sangat bahagia."
Hana merasa terharu mendengar ucapan Ibunya. Hana benar-benar bersyukur memiliki Rita dalam hidupnya. Hana mendekatkan tubuhnya dan memeluk Ibunya dengan erat.
Sejenak, Hana merasa sangat nyaman berada di pelukan Ibunya. Pikirannya lebih tenang.
"Han, kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Rita, entah kenapa ia merasa ada yang sedikit aneh dengan putrinya akhir-akhir ini. Kelihatan tidak bersemangat.
"Hana baik-baik aja, Bu."
"Beneran?"
Hana melepaskan pelukannya dan mengembangkan senyumnya.
"Beneran. Hana hanya sedikit capek karena tugas kampus."
Rita mengangguk percaya.
"Jangan telat makan dan tetap istirahat yang cukup, ya."
"Iya Bu."
Rita kemudian mengambil tiga kotak bekal yang sudah disiapkannya untuk Hana.
"Jangan lupa bekal kamu dan Jian. Terus satunya lagi kasihkan ke Juna, ya," pinta Rita.
Hana terdiam sejenak, tak langsung menerimanya.
"Bu tas Hana udah lumayan berat. Boleh nggak Hana bawa dua aja?" mohon Hana.
"Kalau begitu nanti pulang kuliah coba tanya ke Juna mau mampir makan malam di sini nggak. Seminggu ini Ibu sama sekali nggak ketemu Juna sama sekali. Biasanya dia anterin atau jemput kamu, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HI AWAN
Teen Fiction(MARIPOSA UNIVERSE) Bagiku, menyukainya dari jauh sudah cukup. Aku berani menyukainya tapi takut untuk mendekatinya. Bahkan, untuk menyebut namanya saja aku terlalu gugup. Karena itu, aku selalu menyebutnya Kak Awan.