9. Explicate

18.2K 1.2K 11
                                    

•••

Shiren

How long has it been since I've seen my son? Aku tidak tahu pastinya, yang jelas tindakanku hari ini akan membuat perubahan yang besar. Ya, tapi sekarang sudah terlambat untuk mundur karena tanganku telah memencet bel apartment milik Gavi. Dua hari sejak Mbak Alya menyuruhku untuk meminta bantuan Gavi, aku benar-benar frustasi. Polisi-polisi itu tidak dapat diandalkan, mereka tidak tahu bagaimana perasaanku jauh dari Bum berhari-hari.

Akhirnya aku memilih mengikuti saran dari Mbak Alya. Lagipula aku yakin Gavi dapat menemukan Bum dengan mudah sebab ayahnya dulu memiliki kaki tangan dimana-mana. Aku juga sadar konsekuensi dari keputusanku ini.

Gerakan tanganku yang akan kembali memencet bel bersamaan dengan pintu apartment bernomor 277 ini terbuka. Dibalik pintu, terlihat Gavi yang mengenakan kaos putih dan rambut acak-acakan. Cukup sebentar, aku terkesiap.

Kami bersitatap, aku menyadari keterkejutan Gavi dari matanya yang melebar mendapatiku datang. Aku tidak tahu apa yang tengah dia pikirkan, mungkin Gavi takut istrinya melihat keberadaanku. Entahlah, selama ini aku tidak pernah mendengar kabar apapun mengenai mantan suamiku ini.

"Gav," ujarku lirih. "Sorry banget. Aku... mau minta tolong."

Mata dinginnya menatapku dari ujung kepala hingga kaki, membuatku sedikit risih. Dia tak mengatakan apapun bahkan setelah mengizinkan aku masuk. Begitu mengikutinya ke dalam, aku tahu tidak ada yang berubah dari tempat tinggalnya ini.

"Duduk," titahnya mutlak.

Aku menurut. "Maaf, aku dateng tiba-tiba. Ini urgent, mungkin cuma kamu yang bisa bantu aku."

Gavi menyatukan kedua tangannya, dia masih enggan menatapku. "Kenapa?"

Mendadak, detak jantungku berdentum amat kuat. Hari ini akan aku ungkapkan semua rahasiaku. Keselamatan Bum lebih penting. Aku tidak lagi peduli dengan respon pria ini atau apa yang akan terjadi kemudian. Yang jelas, aku ingin Bum segera kembali ke pelukanku bagaimanapun caranya.

"Tolong, bantu aku cari... Bumi... anak aku."

Baru ingin kulanjutkan, Gavi cepat-cepat memotong. "Anak? Kamu nikah lagi?"

Ah, rupanya dia berpikir demikian. Untuk menikah lagi, bukankah artinya aku harus memberikan hatiku sepenuhnya pada orang lain? Namun, bagaimana bisa itu terjadi jika wajah Bumi selalu mengingatkanku pada Gavi? Aku tidak bisa menyembunyikan Bumi lebih lama dari ayahnya.

"Jawab! Kapan kamu—"

"Bumi, anak kita!" Aku menutup mataku kuat-kuat agar tidak bisa melihat ekspresinya. "Bumi... anak kamu."

Aku pun tidak tahu darimana keberanian ini berasal. Yang jelas, menghilangnya Bum membuatku kehilangan akal sehat. Namun, mengetahui adanya Bumi di dunia ini juga tidak mengubah apapun dalam hubungan kami. Setelah Bum ketemu, aku mungkin akan membawanya menjauh dari Gavi lagi.

"Shit!" Gavi bangkit lalu mengacak-acak rambutnya. "You know what you're talking about! Anak dari mana? Kita—"

"Beberapa pekan setelah kita pisah, aku baru tahu kalau aku..." Kepalaku menunduk dalam. "Maaf, aku tahu ini salah. Harusnya aku kasih tahu kamu, tapi aku juga takut orang tua kamu nggak suka sama Bum. Makanya setelah aku kasih tau hal ini, tolong sementara waktu jangan kasih tau mama papa kamu dulu, ya."

Gavi terus mengumpat. Aku tidak bisa menghentikannya karena aku memang bersalah. Dia berhak merasa kecewa. Walaupun sebenarnya aku ragu dia juga menerima kehadiran Bum. Aku sendiri tidak tahu alasan kemarahannya saat ini, tapi semoga saja dia masih mau membantuku menemukan Bum.

The Lost EarthWhere stories live. Discover now