14. Take a Promenade

16.4K 1K 6
                                    

•••

Gavi

Hari ini aku begitu bersemangat dalam menutup kelas pagi. Waktu menunjukan pukul 08.30, aku harus segera menjemput Shiren di rumahnya. Aku sudah berjanji akan menjemputnya kemarin.

Bukan tanpa alasan aku mengajaknya jalan-jalan hari ini. Shiren terlihat begitu lelah dengan semua masalah yang terjadi, tubuhnya semakin kurus. Beruntungnya hari ini aku hanya masuk ke satu kelas. Shiren juga tidak ada jadwal di kursus. Semoga dengan jalan-jalan ini, wanita itu bisa sedikit melupakan masalahnya.

Ketika sampai di depan rumah Shiren, wanita itu tanpa membuang waktu segera masuk ke mobilku. Dandanannya biasa, tapi entah kenapa aku merasa dia semakin memesona. Shiren mungkin tidak tahu, meskipun tidak ada riasan berlebihan di wajah eloknya, dia tetap cantik.

"Udah siap?" Aku berbasa basi.

Shiren mengangguk kecil. "Makasih, ya. Aku nggak tahu kenapa kamu tiba-tiba ajak aku jalan-jalan gini, tapi yang jelas makasih."

"Anytime."

Jalanan waktu itu cukup renggang. Mungkin karena masih pagi dan hari ini bukan weekend. Kurang lebih 30 menit perjalanan, kami akhirnya sampai di sebuah tempat wisata yang menyuguhkan pemandangan pohon pinus sebagai objek utama.

Aku rasa tempat ini sangat cocok untuk Shiren agar dia bisa rehat sejenak. "Do you like it?"

"Of course I do." Shiren memejamkan mata lalu menghirup udara segar banyak-banyak. Dia terlihat sangat menikmatinya. "Udaranya seger banget."

Kami pun memilih untuk duduk di sebuah gazebo kecil yang disediakan pihak wisata. Untuk beberapa saat, kami sama-sama tidak bicara hanya fokus mendengarkan kicauan burung-burung.

"Kalau nanti Bum udah ketemu, aku bakal ajak dia ke sini." Shiren mulai bercerita.

Aku hanya tersenyum untuk menanggapinya. Shiren pun lantas melanjutkan, "Semalem, aku terus kepikiran kejadian di puskesmas, Gav. Hani itu deket banget sama Bum, mana mungkin dia sampai salah lihat. Aku jadi semakin yakin kalau Bum itu beneran diculik."

Dahiku mengernyit keheranan. "Kasus ini agak aneh. Penculik itu nggak mungkin buntutin kamu, kan? Lagipula, Bum ilang waktu kecelakaan. Jadi, emang sulit buat kita selidiki pelakunya." Aku menjeda sejenak. "Tapi, kamu nggak punya musuh, 'kan?"

"Musuh?" Shiren menoleh padaku. "Kayaknya nggak punya. Tapi aku nggak tahu gimana pandangan orang lain ke aku. Bisa aja sebenernya aku punya musuh, tapi aku pasti nggak sadar."

Pemaparan Shiren membuatku berpikir ulang. Satu-satunya orang yang bisa membenci Shiren hanya mama dan papa, tapi sangat tidak mungkin mereka yang menculik Bum, bukan? Keberadaan Bum pun mereka sama sekali tidak tahu menahu.

Sementara aku saja baru tahu kalau Bum ada di dunia ini. Bukankah sangat kecil kemungkinan orang tuaku yang menculiknya? Aku jadi menghela napas. Siapakah orang yang tega menculik anak gembul itu? Apa mereka tidak kasihan pada ibunya?

"Selama ini juga nggak ada yang aneh-aneh. I mean, nggak ada teror atau ancaman. Aku jadi bingung."

"Kalau di kursus?" balasku. Aku baru diberi tahu Shiren kalau dia bekerja di kursus beberapa hari yang lalu.

"Kalau di sana..." Shiren mengingat-ingat. Aku menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya akibat tertiup angin. Sementara Shiren kembali menjelaskan, "Nggak ada. Semuanya normal-normal aja."

"Berarti emang kemungkinan orang asing," sahutku.

"Hmm," gumam Shiren setuju. "Aku cuma berharap Bum nggak diapa-apain. Soalnya aku pernah denger berita penculikan yang akhirnya si korban ini dijual organ tubuhnya."

The Lost EarthWhere stories live. Discover now