10. Gara-Gara Gumi

8.6K 1K 299
                                    

Aku update lagi kalo vote dan komennya udah 500 yaawww💗💗

***

10. Gara-Gara Gumi

***

"Ck! Mau ngapain sih buru-buru amat? Bukannya hari ini kelas lo kosong, ya?"

Sembari mengikat tali sepatu, Ilham menoleh pada Akbar yang fokus bermain game di ponsel. Lalu, menyahut ucapan cowok yang tiduran di sofa itu dengan decakan sebal.

"Buru-buru pala lo! Gue udah dari pagi di sini waktu masih ada Gala juga. Lo aja yang baru dateng."

Bukan dirinya yang buru-buru pulang, tetapi memang Akbar saja yang baru datang ke markas Drax. Ia bahkan sudah tidur di markas selama 3 jam. Dan selama itu pula ia hanya sendirian. Sebelum akhirnya Akbar tiba-tiba datang mengajaknya mabar dan kini marah-marah karena dirinya justru berniat pulang.

"Ya kan gue baru kelar shift pagi," jawab Akbar tak mau disalahkan. "Makanya baru ke sini."

"Alan nggak ke sini?" tanya Akbar penasaran. Pasalnya, di antara anggota inti Drax, memang Alan yang sangat jarang datang markas Drax. Cowok irit bicara itu selalu sibuk dengan dunianya sendiri.

Selain diberi tanggung jawab oleh ayahnya untuk belajar mengurus perusahaan mulai dari sekarang, Alan juga lebih sering menggunakan waktu senggang yang ia miliki untuk quality time bersama sang kekasih atau keluarga. Makanya, ia sangat jarang terlihat di markas Drax seperti Gala, Akbar, dan juga Ilham.

"Nggak usah nanya Alan. Si batu itu mana ada waktu buat leha-leha di sini kayak gue."

"Iya juga sih. Dia yang paling sibuk di antara kita dan lo yang paling pengangguran haha... "

Ilham menghembuskan napasnya. "Iya juga, ya. Lo sibuk karena kuliah sambil kerja part time, Gala sibuk kuliah sambil jadi ketua UKM seni plus sibuk galauin Riri. Alan sibuk kuliah sambil ngurus perusahaan bokapnya. Cuma gue doang yang nggak jelas. Udah gitu nggak punya cewek lagi."

"Lo kan sibuk direpotin Caca," ledek Akbar sembari terkekeh.

"Ck! Itu mah terpaksa."

"Bar, bokap lo kan tajir, ngapain pakai ngambil kerja part time sih?" tanya Ilham heran.

Ilham tidak habis pikir kenapa Akbar bisa mengambil kerja part time sebagai barista di salah satu coffee shop dekat Athanasius University--kampus mereka. Pasalnya, kalau secara materi Akbar sama sekali tidak pernah kekurangan. Semua sudah dicukupi oleh orang tuanya.

"Kan bokap gue yang tajir. Bukan gue."

"Lo kuliah kedokteran anjir, tapi malah ngambil part time di coffee shop. Nggak capek?"

"Enggak, karena gue suka. Itung-itung buat nyegerin otak setelah praktikum. Soalnya kalau gue jadi barista, gue bisa ketemu cewek-cewek cakep di coffee shop tempat gue kerja," jelas Akbar diakhiri tawa renyah.

Ilham melempar kacang ke wajah Akbar--yang dengan cepat langsung cowok itu tangkap dan masukkan ke dalam mulut. "Dasar buaya! Pantes sampai sekarang lo nggak jelas suka sama siapa. Semua cewek lo deketin!"

Lagi-lagi Akbar tertawa. "Lagian nggak tiap hari gue kerja, Ham. Seminggu cuma dua sampai tiga kali doang. Jadi masih aman lah kuliah gue."

Benar, Akbar memang tidak setiap hari kerja sebagai barista. Selain karena ia lebih memprioritaskan kuliahnya, coffee shop tersebut juga milik adik dari sang mama. Jadi ia masih bisa bernegosiasi di hari apa saja ia bisa bekerja di sana. Hitung-hitung hanya untuk mengisi sedikit waktu luangnya dengan hal yang ia sukai. Sekaligus mencari pengalaman bekerja.

FAVORABLEWhere stories live. Discover now