14. Rencana

4K 261 8
                                    

"Menjaga hati itu kaya pintu. Sekalinya dikunci, akan sulit terbuka. Tapi jika dibiarkan terbuka, siapapun bisa masuk."

-Stupid Feeling-

"Ayo, Vira! Lo pasti bisa!"

"Iya, ayo Vir cepetan!"

"Go Vira go Vira go! Semangat cintaaa!"

Sorakan berisi dukungan sebagai penyemangat yang dilakukan oleh ketiga sahabat Vira sejak ia menaiki panggung di aula sekolahnya.

Oke mereka alay.

Setdah, kampret banget emang punya temen.

Mulai hari ini, ia akan mulai latihan menyanyi untuk acara Dies Natalies sekolahnya. Sebenarnya, kalau bukan dipaksa Eza, ia juga tak akan mau latihan.

Seharusnya, ia sudah sampai di rumah saat ini. Bersantai di atas kasurnya yang empuk, menikmati segelas susu cokelat kesukaannya, dan melakukan hal lain yang pastinya lebih menyenangkan dibandingkan harus berada di atas panggung seperti ini.

Ya, harusnya semua ini tidak terjadi. Kalau saja ia berjalan lebih cepat meninggalkan sekolah, pasti Eza tak akan mendesaknya untuk memulai latihan hari ini.

Di klub musik, memang yang paling ndablek tuh ya cuma Vira. Wajar sih, dia juga masuk klub musik karena paksaan dari dayang-dayang kesayangannya.

Dengusan dan umpatan sudah ia layangkan untuk menggambarkan kekesalannya saat ini. Namun sayang, semua umpatan itu hanya ia simpan di dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Cukup ia dan Tuhan yang tahu, kamu jangan.

Ea.

"Nggak usah ngedumel,"

Vira menoleh sebentar ke orang di sebelahnya. Eza. Ia mencebikkan bibirnya sambil terus menatap kertas berisi lirik lagu yang akan dinyanyikan olehnya.

"Emang harus banget ya Kak, saya yang nyanyi?" Vira mendesah pelan sembari menatap kakak kelasnya itu dengan pandangan lesu.

"Emang harus banget, orangnya diganti lagi?"

"Bukan gitu, ih."

Eza mensejajarkan posisinya di samping cewek itu, kemudian memegang kedua bahu Vira dari samping. Berusaha meyakinkan cewek itu. "Udah ya, mending lo mulai latihan sekarang."

"Ya tapi kak,"

"Nyanyi sekarang, atau mau balik maghrib?"

Dan untuk ke sekian kalinya, Vira hanya mendesah pelan. Mungkin pasrah adalah pilihan terbaik baginya. Toh, tidak ada gunanya juga ia protes. Kak Eza loh ini, ketua klub musik yang kalo udah ngomong, nggak bisa diganggu gugat.

Vira membasahi bibir bawahnya, menatap ketiga sahabatnya yang sedang beryel yel alay  menyemangatinya. Serta Eza yang sudah turun dari panggung dan menatapnya, menunggu ia mengeluarkan suara emasnya.

Iya, emas karatan.

Huft. Welcome to the hell, Vira!

-Stupid Feeling-

Sore ini, geng somplak Dean tengah berkumpul di belakang aula sekolah. Masing-masing dari mereka memegang ponsel. Ini memang kebiasaan mereka saat pulang sekolah, kebiasaan bagi fakir kuota seperti mereka.

Yash! Wifi-an.

Aula sekolah mereka ini memang termasuk spot favorit mereka untuk mencuri wifi. Setiap pulang sekolah, mereka menyempatkan diri untuk setidaknya duduk wifi-an paling tidak satu sampai dua jam.

Stupid Feeling  [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang