20. Mengaku Kalah

3.7K 258 5
                                    

"Perasaan ini curang. Selalu tumbuh dan berkembang, bahkan saat aku selalu berusaha untuk mencegahnya datang."

-Dari orang yang mengaku kalah atas perasaannya-

Malam ini Vira tak bisa tidur dengan nyenyak. Sudah kurang lebih setengah jam sejak ia memutuskan untuk tidur, nyatanya ia hanya berguling-guling di kasur. Matanya sulit sekali terpejam kali ini.

Semua posisi tidur dari telentang, tengkurap, nungging kanan kiri depan belakang, duduk bersandar, sampai kayang sudah dicoba olehnya, namun hasilnya nihil. Ia tetap tidak bisa tidur.

Pikirannya tertuju pada kejadian beberapa jam lalu saat ia makan di sebuah kedai siomay bersama Dean. Lebih tepatnya, pikirannya tertuju pada kalimat yang diucapkan cowok itu kepada Kang Asep mengenai dirinya.

Dia Vira, Kang. Pacar saya.

Kalimat itu terus berputar-putar di kepalanya bagaikan kaset rusak. Vira sendiri juga bingung, mengapa ia jadi kepikiran kalimat itu. Padahal kalau dipikir-pikir, bisa saja itu hanya candaan atau ulah usil Dean.

Oke. Logikanya memang mengatakan bahwa Dean hanya bercanda. Tapi hatinya? Mengapa hatinya merasa hal yang sebaliknya?

Seperti ada yang berbeda dengan dirinya saat mendengar ucapan itu dari mulut Dean. Dan Vira sadar hal apa yang berbeda itu.

Ya. Perasaannya. Perasaannya sudah berbeda.

***

Pagi ini, seluruh guru di SMA Nusantara mengadakan rapat dadakan untuk membahas ujian kelas XII yang akan dilaksanakan beberapa bulan lagi. Alhasil, semua kelas tidak teratur dan berbuat rusuh karena tidak ada yang mengawasi.

Contohnya saja di kelas XI IPA 5, kelas Vira dan teman-teman satu gengnya. Mungkin kalau kesabaran Vira sudah habis, sudah ia bakar ini kelas beserta penghuninya. Kecuali dia ya pastinya. Yakali Vira juga mau bakar diri.

Rusuhnya suasana kelas membuatnya harus banyak beristighfar. Masih untung Vira nggak baca yaasiin.

"Serius dia ngakuin lo sebagai pacar di depan Kang Asep itu?" tanya Melia tiba-tiba.

Vira yang sedang meminum sekotak susu cokelat yang selalu dibawanya dari rumah hanya mengangguk.

"Terus-terus? Dia bilang apa lagi?"

"Nggak bilang apa-apa lagi sih," Vira menghela nafasnya pelan. "Abis itu kita cuma makan, terus langsung pulang."

Nadine menatap Melia dan Luna bergantian. Tatapannya seolah bertanya, apakah salah satu dari mereka ada yang merencanakan hal ini atau tidak. Dan, baik Luna maupun Melia menggelengkan kepalanya. Karena memang bukan mereka yang merencanakan hal itu.

"Lo nggak konfirmasi atau tanya ke dia gitu, maksud dia apa ngomong kaya gitu?" kali ini Nadine yang bertanya.

"Nggak lah, gue speechless duluan, anjir." ucap Vira tanpa sadar. Yang membuat ketiga sahabatnya lantas menganga tak percaya.

"SPEECHLESS??"

"Lo baper dong? Ya kan? Ngaku nggak lo?"

Vira menepuk keningnya sendiri. Menyadari kebodohan yang baru saja ia perbuat.

Tolol, Vir. Itu sama aja lo ngaku kalah. Rutuknya dalam hati.

Tatapan ketiga sahabatnya seketika berubah menjadi tatapan mengintimidasi. Vira jadi ngeri sendiri dan bingung harus jawab apa.

Vira mengernyitkan dahinya seolah tak mengerti maksud ketiga sahabatnya itu. "Apaan?"

"Duh, Vira sayang. Mending lo ngaku aja deh. Lo baper kan sama Dean?"

Stupid Feeling  [COMPLETED]Where stories live. Discover now