41. Kamu Yang Tidak Peka

3.7K 233 47
                                    

"Kamu bukannya tidak peka, kamu hanya berpura-pura tidak peka untuk menghindari sebuah luka."

***

Rasa menyesal yang teramat sangat kembali membuat Risa hanya diam saja di kelas. Terlebih lagi ketika ia mendengar kabar dari sekretaris kelasnya bahwa Vira tidak masuk sekolah hari ini.

Cewek dengan rambut sepunggung itu kini menelungkupkan kepalanya di atas lipatan tangannya di atas meja. Ingin rasanya ia menangis saat ini. Belum sembuh sakit hatinya karena harus mengalah dan melepaskan Dean, kini harus ditambah lagi dengan kesalahpahaman yang terjadi.

Risa merasakan sesuatu yang dingin menyentuh lengannya. Ia mendongak dan mendapati tubuh jangkung Eza berdiri di sebelahnya dengan semangkuk ice cokelat yang sedang hits saat ini di tangannya.

"Apa?" kata Risa malas.

Eza menaruh mangkuk plastik itu di atas meja Risa. "Ambil, gih." Risa hanya mengernyit tanpa berniat mengambil minuman itu. "Dean yang nyuruh gue kasih itu ke lo." kata Eza lagi.

"Kenapa nggak dia yang kasihin ke gue langsung aja?"

Kedua bola mata Eza berputar dengan malas. "Lo ngarep banget Dean ngasih ini langsung gitu?"

Seakan tersadar, Risa segera membuang pandangannya ke arah lain. Hatinya tak bisa berbohong, ia memang berharap kalau Dean lah yang memberikan ice cokelat itu secara langsung padanya. Ia seakan lupa dengan janjinya pada dirinya sendiri, bahwa ia harus segera melupakan Dean.

Meskipun itu bukanlah hal yang mudah baginya.

Melihat tanggapan Risa yang seperti itu, Eza menghembuskan napasnya berat. "Dean nggak mau bikin lo makin ngarep lagi, mungkin,"

Lagi-lagi Risa hanya diam. Justru dengan hal seperti inilah, Dean tetap membuatnya terus berharap. Perhatian kecil seperti ini yang membuat hatinya goyah kembali.

Pikiran Risa kalut sekarang, hatinya tak bisa berbohong, bila ia memang masih menaruh harapan dengan Dean. Tapi, ia juga tidak bisa egois. Vira lebih butuh Dean, dan Dean lebih menyayangi Vira.

"Vira kenapa nggak masuk?" tanya Eza menyadarkan lamunan Risa.

Risa menaikkan kedua bahunya. "Nggak tau. Gue takut, dia nggak masuk sekolah karena masalah kemarin, Kak." kata Risa penuh rasa menyesal.

"Nggak mungkin, Ris. Vira nggak se-lebay itu kali."

Menghela napasnya pelan, Risa kembali menelungkupkan kepalanya pada lipatan tangannya di atas meja. Bagaimana ia bisa menyelesaikan masalah ini, kalau Vira saja bahkan tidak masuk sekolah untuk menghindarinya.

Walaupun Eza bilang, Vira tidak akan se-lebay itu untuk tidak masuk sekolah hanya karena masalah ini, tapi Risa yakin seratus persen kalau Vira tidak masuk sekolah karena menghindari masalah ini.

Eza hanya bisa menghela berat. Jujur, bukan hanya Risa yang tersiksa akan perasaan ini, tapi juga dirinya. Eza dapat merasakan sakit yang juga dirasakan sepupunya itu. Rasa sakit karena pada akhirnya, mereka sama-sama harus mengalah demi kebahagiaan orang yang mereka cintai.

Ia menghembuskan napasnya pelan seraya kembali menaruh ice cokelat yang tadi dibawanya itu ke depan wajah Risa yang sedang menghadap tembok. Berusaha menyadarkan sepupunya itu kalau ice cokelat itu ia bawa untuk dinikmati, bukan untuk dibiarkan begitu saja.

"Gue balik ke kelas dulu ya, Ris." katanya seraya berbalik. Sementara Risa hanya diam tanpa berniat menjawab apapun.

Tak lama, bel masuk kelas pun berbunyi. Beberapa siswa kelas XI IPA 5 mulai memasuki kelasnya. Eza pun melangkahkan kakinya untuk segera kembali ke kelas. Ia berhenti sejenak di depan papan tulis kelas saat Dean baru saja masuk. Keduanya saling lihat dengan tatapan yang tak dapat diartikan.

Stupid Feeling  [COMPLETED]Where stories live. Discover now