44. Terlambat?

3.7K 245 24
                                    

"Kamu tahu bagaimana sulitnya memulihkan hati? Ketika sudah memberikan perasaan terdalam pada seseorang, namun tiba-tiba dijungkirbalikkan oleh kenyataan. Semuanya tidak mudah. Butuh waktu untuk hati itu pulih dan kembali utuh seperti semula."

*****
Hampir 3000 kata, siap capek? Atau malah semangat?

Happy Reading, jangan lupa klik bintang dulu ya :)

*****

"Vir, di sekitar sini ada lapangan basket kan, ya?"

Vira menoleh untuk melihat wajah Nadine yang sudah duduk di sebelahnya, setelah sebelumnya cewek itu izin untuk numpang makan beberapa jam yang lalu. Vira kemudian mengangguk untuk menjawab pertanyaan Nadine barusan. Di sekitar sini memang ada lapangan basket yang biasa digunakan oleh anak kompleks perumahannya ini.

"Ada, kenapa?" tanya Vira balik.

"Ke sana, yuk? Gue pengen main basket."

"Lo sama yang lain aja deh, Nad. Gue males keluar." tolak Vira sembari merebahkan badannya di kasur. Jatuh sakit disaat kondisi hatinya yang sedang remuk seperti ini membuatnya sangat malas beraktivitas di luar rumah.

Melihat penolakan dari Vira, Nadine memberi kode kepada Luna dan Melia agar mau membantu membujuk Vira agar cewek itu mau ikut bersama mereka.

Tanpa menunggu apa-apa lagi, Melia langsung menarik tangan Vira agar segera bangun. Karena memang sedang lemas, Vira hanya menurut saja ketika Melia menariknya dan memaksanya untuk kembali duduk.

Melia memegang kedua bahu Vira dan berjongkok di hadapan cewek itu. "Sakit itu jangan dibawa manja, deh. Lo juga musti banyak beraktivitas biar nggak lemes gini."

"Iya, Vir. Jadi, lo harus ikut kita. Lo nggak usah ikut main nggak apa-apa, karena dasarnya juga lo nggak bisa main basket, kan. Nah, lo nonton kita aja tuh di pinggir lapangan." timpal Luna yang juga sudah berdiri di belakang Melia.

Nadine mengangguk setuju. "Bener, tuh, kata Luna sama Melia."

Merasa ada unsur ejekan dari ucapan Luna, Vira lantas melempar cewek itu dengan boneka unicorn di belakangnya. Yang dilempar pun hanya tertawa melihat reaksi Vira setelah ia sedikit mengejek cewek itu karena tidak bisa main basket.

"Ikut ya? Ayolah, Vir." mohon Luna dengan mengeluarkan puppy eyes nya.

Setelah berpikir beberapa saat, Vira akhirnya mengiyakan permintaan ketiga sahabatnya itu. Lagipula, ia mungkin akan sedikit merasa lebih baik ketika berada di luar rumah nanti.

Permintaannya disetujui oleh Vira, ketiga cewek itu pun bersorak sembari saling ber high five. Vira tidak menyadari kalau dibalik sorakan itu, ketiga sahabatnya saling tersenyum penuh arti. Senyuman yang seperti menyimpan suatu rencana yang tidak diketahui Vira.

Setelah memakai jaketnya, Vira kemudian keluar dari kamar bersama dengan yang lainnya. Vira harap, keputusannya untuk mengiyakan ajakan mereka tidak salah. Ia juga sepertinya butuh udara segar.

Tak butuh waktu lama, keempat gadis itu kini sudah sampai di tempat yang mereka maksud tadi. Sebuah lapangan basket yang tidak terlalu luas dengan dua ring yang berhadapan di dua sisi lapangan. Vira agak bingung mendapati kondisi lapangan yang sepi. Tidak biasanya lapangan ini sepi seperti sekarang, karena biasanya kalau sudah sore seperti ini, banyak anak-anak lain yang bermain di lapangan ini.

Sementara ketiga sahabatnya sudah mulai bermain basket, Vira memilih duduk di bangku semen di pinggir lapangan. Sepertinya, keluar rumah untuk melihat dunia luar tidak juga membuat pikirannya teralihkan dari semua masalah yang menyangkut perasaannya ini.

Stupid Feeling  [COMPLETED]Where stories live. Discover now