45. Second Chance?

3.4K 212 7
                                    

"Ada satu keadaan yang paling menakutkan selain dilupakan, yaitu memaksakan diri untuk melupakan."

*****

Satu bulan berlalu sejak kejadian di lapangan kompleks rumah Vira. Kejadian yang membuat Vira bahkan lebih banyak diam dan tidak se-ceria sebelumnya. Vira yang biasanya tertawa paling kencang saat salah satu sahabatnya mengeluarkan joke mereka, kini yang dilakukan Vira hanya tertawa kecil dan tidak seheboh dulu.

Hal ini membuat ketiga sahabatnya merasa ada yang tidak beres dengan Vira. Mengingat Vira mulai berubah jadi seperti ini sejak pertengkarannua dengan Dean, membuat Nadine juga sedikit merasa bersalah. Karena, awalnya juga ia yang merencanakan pertemuan mereka.

Siapa yang tahu, kalau pertemuan mereka yang Nadine kira akan berakhir bahagia, malah terjadi sebaliknya. Mereka semua tak ada yang tahu, kalau akhirnya akan jadi begini.

Vira bahkan tidak pernah berbicara dengan Dean lagi sejak kejadian itu. Ia selalu menghindari hal-hal yang berpotensi membuatnya berkomunikasi dengan cowok itu. Setiap kali mereka berpapasan pun, Vira akan membuang wajah ke arah lain dan berjalan lebih dulu. Ia benar-benar menghindari Dean.

Bagaikan dua mata pisau, yang terjadi dengan Dean malah sebaliknya. Di saat Vira mati-matian menghindari dirinya, ia justru lebih mati-matian mendekati Vira. Ingin sekali ia bertanya, mengapa Vira selalu menghindarinya pasca kejadian itu. Namun, belum sempat ia bertanya, Vira selalu pergi menjauh saat ia berusaha menghampiri cewek itu.

Apa semua perempuan seperti ini setelah ketahuan memiliki perasaan terhadap laki-laki? Apa mereka malu, atau bagaimana? Dean sama sekali tidak mengerti pola pikir mereka.

Kalau alasannya karena malu, Dean pikir Vira tidak perlu malu. Toh, cinta Vira tidak bertepuk sebelah tangan karena kini ia juga memiliki perasaan terhadap Vira.

Meski sadar ini sudah agak terlambat menyadari perasaannya, namun Dean tidak ingin menyerah begitu saja. Ia juga tidak akan percaya begitu saja dengan ucapan Vira yang katanya akan melupakan perasaannya sesegera mungkin.

Perasaan macam apa yang bisa hilang secepat itu? Dean yakin Vira tidak benar-benar serius mengatakan hal itu. Ia tahu, Vira bukan tipe perempuan yang mudah melupakan perasaannya. Buktinya saja, Vira masih menyimpan perasaan untuknya sejak mereka masih SMP sampai mereka SMA sekarang.

Katakan Dean terlalu percaya diri, tapi Dean tidak pernah seyakin ini sebelumnya. Hatinya mengatakan, bahwa Vira tidak benar-benar melupakan perasaannya. Perasaan Vira masih sama, hanya untuknya. Dan Dean yakin akan hal itu.

*****

"Ayo dong, Vira! Ini sudah dua belas kali kamu coba lempar bola ke dalam ring, tapi kenapa masih tidak bisa juga."

"Sekali lagi deh, Pak. Janji, kali ini pasti masuk, kok."

"Waktunya sudah tidak cukup. Itu teman-teman yang lain juga mau ambil nilai ini."

Vira memandang wajah Pak Alex, guru olahraganya, dengan ekspresi wajah memelas persis seperti kucing yang baru saja tercebur got. "Ayolah, Pak. Masa saya nanti nggak dapat nilai praktek." ucapnya memohon.

Pak Alex tampak berpikir sejenak. Ia tampak melihat ke arah gerombolan siswa lain yang sudah terlebih dahulu mengambil nilai basket. Sedangkan Vira menunduk sembari terus merapalkan doa agar Pak Alex mau memberikannya setidaknya satu kesempatan lagi.

Dua belas kali percobaan untuk pengambilan nilai basket. Huh! Benar-benar suatu pencapaian yang luar biasa bagi Vira. Maklum saja, ia selalu menghindari pelajaran olahraga dengan berbagai alasan, sehingga saat pengambilan nilai seperti ini, ia tidak bisa apa-apa selain banyak berdoa.

Stupid Feeling  [COMPLETED]Where stories live. Discover now