47. Usai

2.9K 183 30
                                    

"Seperti melupakan seseorang yang selalu hadir dalam hati dan pikiran. Membuka hati kembali setelah banyak dikecewakan juga sama sulitnya. Percayalah, rasa takut kembali dikecewakan itu masih ada."

—Dari seseorang yang pernah dikecewakan.

"Jika ada hal yang paling aku sesali dalam hidup. Aku akan mengatakan, bahwa aku menyesal karena terlambat menyadari perasaanmu padaku."

—Dari seseorang yang dirundung penyesalan.

*****

Tetesan air hujan yang jatuh membasahi jalanan aspal di depannya menjadi perhatian Vira saat ini. Sesekali ia mendongak ke langit sambil menengadahkan tangannya untuk merasakan apakah hujan sudah reda atau belum.

Ini sudah pukul tiga sore, namun hujan belum juga reda. Vira sudah menunggu di pos satpam sekolahnya sekitar satu setengah jam yang lalu, sejak ia keluar dari kelasnya tadi.

Sekolah sudah agak sepi karena siswa lain sudah pulang lebih dahulu dibanding dirinya. Yap! Ia adalah siswa terakhir yang keluar dari kelas karena terlalu teliti mengerjakan soal ujian semesternya.

Kalau tahu akan terjebak hujan begini, lebih baik ia mengisi tiga soal terakhir tadi dengan asal-asalan saja.

Vira sedang berusaha menelpon orang tuanya untuk meminta jemput, ketika seorang laki-laki yang lebih tinggi darinya, tiba-tiba menghampiri dan berdiri di sebelahnya.

Sejenak ia melongo dan mengerjapkan matanya beberapa kali. Sekian lama tidak berada sedekat ini dengan orang itu, membuat Vira merasa canggung dan sedikit deg-degan.

"Kak Eza, belum pulang?" Vira akhirnya berani membuka mulut. Setidaknya untuk menyembunyikan rasa gugupnya.

"Ini mau pulang. Lo sendiri, nggak pulang?"

Vira melihat rintik air hujan dengan lesu. "Hujan, Kak. Mama juga ditelpon nggak diangkat-angkat."

"Mau pulang bareng?"

"Eh?"

Eza tersenyum kecil dan menyentil kening Vira yang ditutupi beberapa helai poni. "Pulang bareng. Mau nggak? Daripada di sini, nanti masuk angin. Besok masih UAS, loh."

Vira diam sesaat sembari berpikir, haruskah ia menerima tawaran Eza kali ini. Tapi, sesuatu dalam dirinya seperti mengharapkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang membuatnya ingin tetap di sini untuk terus menunggu.

Namun, segera ditepisnya pemikirannya itu. Sepertinya ia memang harus pulang bersama dengan Eza kali ini. Baru saja ia mendongak dan hendak mengiyakan ajakan Eza, seseorang yang merupakan sesuatu dalam harapan Vira tadi, datang dan bergabung dengan mereka.

"Vira pulang sama gue, Za."

Baik Eza maupun Vira lantas menengok ke arah orang tersebut yang tak lain adalah Dean. Ya, Dean datang. Cowok itu berdiri di hadapan Vira dan Eza sambil berhujan-hujanan. Penampilan Dean terlihat acak-acakan. Rambutnya basah, dan kondisi seragamnya tidak jauh berbeda dengan kondisi rambutnya.

Apakah Dean rela basah-basahan seperti ini hanya untuk datang ke sini menghampirinya?

Vira menggeleng pelan, ia tidak boleh terlalu ge-er seperti ini. Harus diingat bahwa, rasa sakit hatinya dahulu juga karena rasa ge-er yang berlebihan terhadap kebaikan Dean.

Namun, di sisi lain, Vira merasa de ja vu dengan situasi ini. Ia pernah merasakan situasi seperti ini beberapa bulan lalu. Saat Dean tiba-tiba datang dan menyerobot ajakan Eza padanya untuk pulang bersama. Dan Vira hanya takut, kalau nantinya Dean akan meninggalkannya lagi seperti kejadian beberapa bulan lalu.

Stupid Feeling  [COMPLETED]Where stories live. Discover now