31. Bodoh

3.3K 241 36
                                    

"Aku nggak tahu, dalam hal ini, aku yang terlalu bodoh menyimpulkan sikap baikmu padaku, atau kamu yang terlalu pintar membuatku seolah-olah berpikir kalau kamu menyukaiku."

***

Keadaannya saat ini masih sama seperti setengah jam yang lalu, ketika Dean mengajak Vira untuk pulang. Vira dan Dean masih saling diam tanpa ada yang mau membuka obrolan lebih dulu. Bahkan saat Dean memutuskan untuk singgah di sebuah cafe sebelum mengantarkan Vira pulang.

Entah sudah berapa kali Vira mencoba untuk mengeluarkan suaranya dan bertanya, apakah Dean baik-baik saja atau tidak. Tetapi sudah cukup rasanya untuknya hanya dengan melihat sikap dan raut wajah cowok itu yang diam saja sejak tadi. Vira kembali menelan kata-kata yang hendak keluar dari mulutnya.

Vira jadi berpikir, apa maksud cowok ini mengajaknya mampir ke cafe kalau tidak mau bicara juga. Bahkan yang mereka pesan pun hanya hot chocolate, tanpa memesan makanan. Dean tidak tahu saja, perut Vira sudah keroncongan sejak tadi. Dasar nggak peka!

"Hmmm... Dean," panggil Vira yang akhirnya memecah keheningan di antara keduanya. Melihat respon Dean yang hanya kernyitan di dahi, Vira kembali bertanya. "Lo, nggak lagi kesambet atau apa gitu, kan?"

Dean terkekeh kecil. Ya, walaupun kecil, tetapi bisa membuat Vira sedikit lega dan yakin kalau Dean tidak apa-apa. "Hah? Ngaco lo, ah."

"Eh, ya, abisnya, lo dari tadi diem aja."

"Gue nggak apa-apa. Cuma masih emosi aja sama si Eza."

Kedua alis Vira bertaut. "Lagipula, kalian tuh apaan coba. Pake rebutan nganter pulang segala." tanya Vira lagi yang memang ingin mengorek informasi, mengapa Dean sampai nekad bertengkar dengan Eza demi bisa mengantarnya pulang. Setitik rasa ge-er muncul di hatinya.

Mungkinkah kalau Dean cemburu?Ah, tidak mungkin. Vira berusaha menghilangkan rasa ge-er itu dari kepalanya. Tetapi, tak bisa dipungkiri, hatinya berharap kalau Dean benar cemburu.

"Ada masa lalu yang bikin gue nggak suka lo deket sama Eza, Vir." jawab Dean datar. Tanpa ekspresi, flat, rata.

Apa katanya? Nggak suka? Tuhan, tolong sadarkan Vira saat ini juga. Ini pasti hanya mimpi kan? Tidak mungkin kan kalau Dean benar-benar mengucapkan itu? Vira sampai mengerjap beberapa kali untuk memastikan bahwa itu bukanlah mimpi atau khayalan absurd nya.

"Mak--maksud lo?" tanya Vira memastikan. Ia takut ini hanyalah khayalannya saja.

Namun bukan jawaban dari cowok itu yang Vira dapat, melainkan bunyi notifikasi pesan dari handphone Dean. Cowok itu segera mengalihkan perhatiannya kepada handphone miliknya. Hanya ada satu pesan, tetapi pesan itu membuatnya menepuk keningnya seperti telah melupakan sesuatu.

Risa: De. Maaf, gue pulang duluan. Udah kesorean kalo mau nunggu lo :)

Ah, sial. Gara-gara nggak suka liat Eza sama Vira, gue jadi lupa ada janji sama Risa. Rutuknya dalam hati. Ia kembali meletakkan handphone miliknya di atas meja.

Sadar akan perubahan ekspresi Dean setelah membaca pesan, Vira memberanikan dirinya untuk bertanya. "Kenapa, De?"

"Gue lupa. Gue ada janji sama Risa. Dan dia ngabarin kalo dia udah di rumah karena kelamaan nungguin gue." jelas Dean. Ia tak sadar, ucapannya barusan membuat raut wajah Vira yang semula ceria karena sedikit ge-er, berubah menjadi lesu karena rasa kecewa itu kembali hadir.

Raut kecewa terpancar jelas di wajah Vira, namun Dean masih saja tidak sadar akan hal itu. Pikirannya terfokus pada satu hal. Risa. Ia merasa bersalah dengan cewek itu karena telah membuatnya menunggu.

Stupid Feeling  [COMPLETED]Where stories live. Discover now