9. Surat dan foto

511 319 68
                                    

Sesakit sakitnya patah hati lebih sakit lagi kehilangan seorang ibu. Tepat tanggal 28 Februari 2003 tepat Syifa lahir di hari itu ibunya meninggal.

Setelah mengunjungi makam ibunya bersama tantenya ia kembali pulang ke rumah dengan wajah sembab. Ia berharap ayahnya akan mengajak pergi bersama ke makam tapi ternyata tidak.

Satu tahun kemudian Ayahnya meninggalkan Syifa yang masih berusia satu tahun. Syifa dititipkan oleh saudaranya. Namun saudaranya tak bercukupan uang. Hingga akhirnya datanglah Risma yang ingin mengadopsi Syifa.

Syifa mencari buku diary miliknya. Tangannya tak sengaja menyenggol sebuah kotak kuning. Kotak itu merupakan kado pemberian dari ayahnya.

Padahal masih beberapa minggu lagi Syifa ulang tahun. Syifa tak ingin membuka itu. Syifa tak butuh kado. Ia hanya butuh kasih sayang dari ayahnya.

Syifa perlahan membuka kado itu. Saat dibuka ternyata itu berisi sebuah foto bersama beberapa kertas yang sepertinya sudah lama. Kertas itu sudah berwarna kuning.

Syifa melihat poto itu seperti melihat dirinya sendiri. Jangan jangan ini adalah foto ibunya? Akhirnya Syifa bisa melihat wajah ibunya walaupun dari foto.

Kemudian tangan Syifa beralih kepada beberapa surat. Ia membuka kertas itu lalu membacanya.

Untuk siapapun yang baca ini.
Kumohon tersenyum.
Meskipun kamu sedang sedih ataupun marah.
Coba dulu tersenyum.
Nah udah kan? Gimana udah relaks belum?
Ingat ya.
Rencana tuhan lebih indah dari rencanamu.
Nikmati saja alurinya.

Syifa mulai tersenyum membaca kertas itu. Walaupun tulisan nya tak jelas tapi Syifa bisa menebak tulisan itu dari hurufnya.

Baru satu kertas yang ia baca. Ia mengambil kertas lainnya yang berwarna merah.

Dear Revan.
Aku emang gak sempurna.
Tapi cintaku ke kamu sempurna kok.
Jangan pernah berubah ya.
Tetap jadi Revan yang Zahra kenal.
See you and i love you.

Syifa terkekeh sendiri melihat ibunya yang sedikit bucin terhadap ayahnya. Nama ayah Syifa adalah Revan dan nama ibunya adalah Zahra.

Ia menaruh kertas itu bersama kertas yang tadi ia sudah baca. Tangannya mengambil kertas lainnya.

Mamah papah.
Maaf aku belum bisa jadi yang terbaik.
Tapi aku tetep berusaha.
Jangan bandingin aku sama anak tetangga.
Karena bagiku itu menyakitkan.
Setiap anak mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Untuk siapapun yang baca ini
Jika kamu mempunyai anak
Tolong jangan dibanding bandingkan.
Ucapan mu bisa saja membuat semangat anakmu patah.

Syifa meneteskan air matanya terharu. Ibunya sangat baik. Andai saja ibunya masih hidup pasti saat ini ia sedang bermain bersama ibunya.

Syifa menaruh kertas itu bersama kertas yang tadi ia sudah baca. Ia mengambil kertas yang lainnya.

Aku gak tau kapan aku mati.
Tapi tolong kalo aku mati jangan umbar aibku.
Jangan foto jenazahku.
Sebarkan kebaikan ku.
Terima kasih.

Syifa tersenyum sambil menangis menatap kertas itu. Ia berdoa agar tak ada yang menyebarkan aib ibunya.

Syifa menaruh surat itu. Ia mengambil satu surat yang belum dibaca.

Jangan tatap aku.
Kalo kamu lihat aku menangis.
Tolong pergi.
Aku tak perlu dikasihani.
Biarkan aku sendiri.

Biarkan aku menyerah.
Aku lelah dengan dunia yang jahat.
Aku sudah berbuat sebaik mungkin.
Tapi balasannya malah sepeti ini.

Syifa sudah membaca semua suratnya. Ia sedikit merasa tenang.

"Syifa di depan ada temen temen kamu. Samperin gih." Tantenya membuka pintunya.

Syifa langsung mengambil bantal lalu menutup mukanya agar tak wajah nya tak terlihat oleh tantenya. Beruntung tantenya langsung menutup pintunya.

"Bentar aku mau BAB dulu te. Bilangin gitu." teriak Syifa dari dalam.

Syifa masuk ke kamar mandi. Bukan untuk BAB tapi untuk mencuci mukanya agar tak terlihat seperti menangis.

Setelah merasa mukanya terlihat baik baik saja. Syifa keluar dari kamar mandi lalu menemui teman temannya.

"Hai guys." teriak Syifa berjalan ke arah mereka.

Syifa tersenyum seperti biasa seolah olah baik baik saja. Padahal dia sedang kacau.

"Lama banget sih lo." kesal Akbar.

"Abis di prank sama tai." jawab Syifa.

"Maksudnya?"

"Tadi gue mau BAB tapi gak jadi. Kan namanya di prank." Syifa tertawa hambar.

Tissa menggigit bibir bawahnya. Dari sorot matanya saja Syifa sudah terlihat bahwa ia sedang sedih.

"Syifa lo baik baik aja?" Tissa menarik tangan Syifa.

Syifa mengangguk lemah.

"Serius?" tanya Gibran.

"Iya serius. Emang kenapa sih?" Syifa tersenyum menunjukkan senyumannya kepada mereka.

"Syifa kita tau kalo lo lagi sedih." ujar Rama.

"Apaan sih. Masa orang kaya gini sedih. Mana bisa." Syifa menyombongkan dirinya.

"Tante Risma udah cerita sama kita."

Syifa tersenyum kecil lalu ia memeluk Tissa. Ia menangis disana.

Zidan,Akbar,Gibran, dan Rama menatap sendu ke arah Syifa.

"Sabar ya Syifa lo bisa hadapin ini semua. Lo mau curhat?" tawar Rama.

Syifa mengangguk lalu ia menceritakan semuanya. Tentang Nala, Orang tuanya , dan juga Bright.

I Am WrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang