0.0

2.9K 211 165
                                    

Nana merutuki dirinya sendiri, kenapa ia tidak membawa payungnya tadi. Sekarang ia kehujanan, siap-siap saja ia dimarahi oleh nyonya besarnya di rumah.

“Cih, gue benci hujan. Sialan ni hujan.” cibir Nana sambil menendang-nendang genangan air di sekitarnya.

Tak lama kemudian, sebuah motor matic mendekatinya dan berhenti tepat di sampingnya. Nana menoleh, lalu tersenyum,

“Mau nganterin gue, Val?” tanyanya sambil tersenyum.

Noval, pria itu hanya meliriknya, lalu mengeluarkan sebuah payung dan memberikannya kepada Nana.

“Pake.” ucapnya langsung melenggang pergi meninggalkan Nana.

“Anterin balik sekalian kek, cuma dikasih payung doang. Sialan lo!” teriak Nana, sebelum melihat Noval menghilang dari pandangannya.

Nana menyukai Noval, bukan karena apa, tapi karena perlakuan kecil Noval kepadanya, membuatnya baper dan berakhir menyukainya.

“Kalo bukan doi gue, udah gue pukul dah tu orang” ia tidak emosi, ia malah tersenyum sambil membuka payungnya, memakainya, dan bertingkah layaknya putri payung.

Jauh dari tempatnya. Di sebuah perusahaan game ternama, seorang pria sedang mondar-mandir memikirkan sesuatu.

“Tuan? Anda sehat?” tanya sekretaris pribadinya. Ia heran tidak biasa melihat atasannya ini kebingungan seperti ini.

“Mati gue Ran, Mati gue anjir.” ucap sang atasan sambil memukul-mukul kepalanya.

“Kenapa, Tuan?”

“Emak gue minta cucu anjir!” ucapnya sambil duduk dengan kasar di kursi kebesarannya.

Rangga Dewata, atau biasa di panggil Ran, si sekretaris pribadi, terpaku di tempat. Memang bukan pertama kalinya ibu dari tuannya ini meminta mantu, tapi untuk meminta cucu....bukankah ini mendadak?

“Ah pusing gue anjir, nggak biasanya nyokap kek gini, udah bikin deg-degan aja dah” Ardan namanya, Sang CEO.

Tidak ingin membuang-buang waktu, Ran berjalan mendekati Ardan.

“Tuan, sebentar lagi ada rapat bersama para petinggi perusahaan, anda tidak boleh terlambat.” ucapnya sambil menunjukkan jadwal.

Ardan tidak menjawab, ia menatap jendela ruang pribadinya.

“Hujan, ya? Menyenangkan” ucapnya lirih.

o  -  o

Sekarang, Ardan sedang terfokus kepada lembaran-lembaran kertas di depannya. Memuakkan, ya memang, tapi ini pekerjaannya.

Menjadi CEO di usia 25 tahun memang membuatnya menjadi merindukan masa-masa mudanya.

“Tuan-tuan, seperti yang saya terangkan dari awal, video game ini menciptakan interaksi khusus pemain dan karakter gamenya, mereka bisa bercengkrama dengan bebas hingga menciptakan hubungan layaknya seorang teman, lalu-” penjelasannya terpotong.

“Liburkan semua karyawan hingga 1 minggu. Kita lanjutkan 1 minggu lagi”  ucapnya menutup tabloid dan map lainnya lalu pergi dari ruangan tersebut.

CEO kita, terlalu semena-mena, bukan?” ucap Fatur, ketua tim pengembangan game.

“Tidak peduli apapun itu, saya tetap menyukainya” Satria tersenyum, walau penjelasannya dipotong, ia tetap menghormati CEO nya tersebut.

MY PERFECT CEOWhere stories live. Discover now