0.4

1K 115 10
                                    

Sang fajar sudah menampakan dirinya dari persembunyian malam. Nana menggeliat pelan, menyibakan selimutnya. Rambutnya yang acak-acakan, baju yang oversize, dan tentu air liur yang masih membasahi pipinya.

Seseorang mengintip dari balik pintu, melihat anak perempuan itu. Lalu dengan perlahan mengendap-endap agar anak tersebut tidak menyadari kehadirannya.

"Nana" panggilnya lembut.

Nana menoleh, melotot terkejut, "Bunda? Kapan pulang? Ayah ikut?" ucapnya tersenyum sembari menghambur ke pelukan ibunya.

"Tadi subuh, ayah kamu masih tidur tuh" jawab Tiara, Ibu Nana.

Nana tersenyum, "Kangen tau, bun. Oleh-olehnya mana?" Nana melepas pelukan ibunya.

"Oleh-oleh trosss" Tiara menunjukan tangan kirinya, menyerahkan totebag yang ia bawa daritadi.

Nana membuka oleh-olehnya, "Bunda kok tau aku lagi pengen baju ini? Bagus bangettt"

Nana berlari menuju cermin, dilihatnya gaun putih sepanjang lutut dan berlengan pendek itu, lalu tersenyum.

"Nanti malam dipakai ya?" ucap Tiara.

"Emang mau kemana?" heran Nana. Harusnya hari Minggu itu dia tidur seharian, sampai terbit matahari lagi.

"Ke rumah rekan bisnis ayah"

o - o

Nana berjalan menuju dapur, membuka kulkas, mencari air dingin untuk ia minum.

Tak lama, Satria duduk di meja makan. Melirik ke arah adiknya.

"Seneng lu? Jalan sama Pak Ardan?" tanyanya meledek.

"Apasih, bang. Orang cuma ke panti asuhan" Nana duduk dihadapan Satria.

"Mosok? orang lu pas pulang mesem-mesem gitu kek orang gila"

"Anjir"

"Bun, Nana bicara kotor!"

"Ih abang"

"Ih adek"

"Bangsat"

"Bun, Nana toxic lagi!"

"Au ah males ah" Nana pergi dari hadapan Satria. Satria masih tertawa dengan keras hingga ia terbatuk-batuk.

"Dek, cek line lu coba" ucap Satria dengan sedikit keras agar adiknya itu mendengar.

Nana berhenti berjalan, membuka aplikasi line.

Ardan Wijaya
Jam 10, siap ya 08.34


Nana melihat jam, untuk apa ia harus siap jam segitu? Nana menggelengkan kepala memilih untuk menonton televisi daripada membalas pesan Ardan.

Detik, menit, jam berlalu begitu cepat. Namun gadis bernama Nana ini masih setia dengan tangan kiri memegang remot dan makanan ringan di tangan kanannya.

Tidak berselang lama, sebuah suara mobil terdengar. Satria segera membuka pintu dan menampakan Ardan yang sudah rapi memakai dalaman kaos dan luaran jas biru tua. Temanya hari ini adalah setengah formal.

Ardan berjalan sambil tersenyum melambaikan tangan ke Satria. Reflek Satria ikut melambaikan tangannya.

"Bapak ngapain kesini?" tanya Satria.

MY PERFECT CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang