0.6

910 103 20
                                    

“Terimakasih Tuan Budi untuk undangan makan malamnya, saya dan keluarga saya sangat menikmatinya. Untuk ajakan perjodohan, mungkin saya akan berbicara dengan anak saya nanti.” ucap Arkan sambil bersalaman dengan Budi.

Budi mengangguk, “Baik, ditunggu konfirmasinya”

Mereka tertawa bersama. Namun tidak dengan Ardan dan Nana, wajah mereka sama sekali tidak menunjukan sebuah ekspresi.

Nana melirik sebentar wajah Ardan. Menakutkan. Sorot matanya tajam dan sekarang sosoknya seperti malaikat maut saja.

Keluarga Arkan pergi, pulang menuju rumahnya. Sementara keluarga Budi masih setia menunggu mobil keluarga itu hilang dari pandangan mereka.

“Ardan” panggil Budi.

Ardan meliriknya. Tanpa berkata apapun, ia pergi meninggalkan tempat itu.

Ardan mengambil handphonenya, mengetik beberapa angka, lalu mendekatkan handphonenya ke telinga.

“Kenapa kamu tidak datang?!” ucapnya sedikit lantang.

“Sorry ada masalah” jawab orang di telepon.

“Masalah apa?”

“Gue kecelakaan, tiba-tiba aja ada yang nabrak motor gue dari belakang”

o  -  o

Ardan berlari melewati lorong rumah sakit, mencari ruang rawat inap yang dituju.

Sampai didepan sebuah pintu rawat inap, menampilkan nama Noval Kusuma W di sebelah pintunya.

Ardan membuka pintu dengan hati-hati, menampakan pemandangan yang cukup memprihatinkan.

Noval dengan baju pasien, tangannya di gips karena patah, dagu, dan beberapa titik di dadanya juga diperban.

“Eh dateng, cepet amat, pake jet ye?” Noval tersenyum, oh bukan ia tertawa kecil.

Noval memang kaget, bisa-bisanya Ardan datang. Ardan adalah orang- ralat, keluarga pertama yang menjenguknya. Noval tersenyum tipis.

“Udah makan?” bukannya bertanya bagaimana penyebab kecelakaan ini terjadi, Ardan malah bertanya seperti itu.

Noval menggeleng pelan, perutnya keroncongan karena makanan rumah sakit benar-benar membuat lidahnya mati rasa. Ia ingin ayam bakar dengan sambal ijo diatasnya.

“Mau makan apa? Saya belikan” ucap Ardan.

“Ayam bakar sambel ijo dong, Bang” ucap Noval, matanya berbinar tanda ia sangat menginginkan makanan itu.

“Ya udah bentar” Ardan meninggalkan ruangan itu.

“Lagi sakit banyak maunya.” lirih Ardan saat menutup pintu.

Sementara Noval, ia tersenyum senang. Ia jarang mendapat perhatian seperti itu, dan perlakuan Ardan membuatnya ingin menangis.

o  -  o

“Buka mulutmu!”

“Gue bisa sendiri anjir, ga usah disuapin, kek bayi tau ga sih!”

MY PERFECT CEOWhere stories live. Discover now