08; Benar-Benar Pergi

1.6K 208 15
                                    

Happy Reading
___

Sarada berguling ke arah kanan. Selimut membalut sekujur tubuh gadis itu. Suasana kamarnya temaram. Lampu tidur yang biasanya menyala bahkan malam ini sengaja Sarada matikan. Satu-satunya sumber cahaya ialah jendela yang ditutup oleh tirai panjang. Cahaya dari luar ruangan membayang di sepanjang tirai.

Detak jarum jam terdengar samar. Di luar, hujan turun dengan deras. Kilat sesekali muncul disertai dengan angin dingin.

"Sarada! Jangan mengomel terus! Telingaku panas 'ttebasa!"

"Salah sendiri! Dari tadi kau tidak mendengarkan ucapanku! Baka!"

Sarada meringkuk. "Aku benci dia .... Aku benci."

Sarada rasa wajahnya memanas menahan semua perasaan yang berkumpul di hatinya. Gadis itu menyibak selimut, lalu duduk di sudut tempat tidur sambil memeluk kedua lututnya. Wajahnya ia tenggelamkan pada lipatan kaki.

"Setelah dia terang-terangan menjauhiku, fajar nanti dia akan pergi dari Konoha tanpa alasan yang jelas. Apa maksudnya?" Sarada melirih pada udara malam. "Dia benar-benar menjauh ...."

Di luar, hujan turun semakin deras. Angin berembus, membawa hawa dingin memasuki celah-celah kecil rumah warga.

"Jangan pergi ... Boruto." Sarada memejamkan matanya ketika ia rasa matanya memanas luar biasa.

"Semuanya tidak berhubungan denganmu, Sarada."

Sarada menggigit bibirnya. "Dasar pembohong. Semua janjinya waktu itu cuma manis di lidah. Dasar baka! Baka!"

Nyatanya, hanya lidah Sarada yang mengatakan bahwa ia benci Boruto. Jauh di dasar hati, ia tak akan pernah rela Boruto pergi menjauhi dirinya. Sarada juga tak tahu mengapa ia merasa tidak rela. Yang jelas, ia tak rela Boruto pergi.

"Kau ... pembohong, Boruto. Aku membencimu."

° ° °

Boruto duduk di sudut tempat tidurnya, memeluk kedua lutut sambil menatap langit-langit kamarnya. Pemuda itu memutar ingatan tentang kejadian sore tadi. Dua tamparan dari Sarada. Rasanya masih perih sampai sekarang.

Boruto menatap lambang dasar segel karma yang terukir mantap di telapak tangan kanannya. Mata birunya terlihat amat sendu, tak punya cahaya seperti biasanya. Segel itu adalah sumber malapetaka bagi Boruto, penyebab Boruto dicap sebagai Pembawa Bahaya.

"Andai segel ini tidak ada, mungkin aku tidak akan pergi dari Konoha. Aku juga tidak akan membohongi banyak orang," lirih Boruto. "Dan Sarada mungkin ... tak akan membenciku."

Boruto tersenyum samar sambil menyentuh pipinya. "Masih perih, 'ttebasa. Ternyata, ditampar oleh Sarada itu rasanya lebih perih daripada aku terhempas dan menghancurkan bebatuan ...."

Boruto menghela napasnya. "Maafkan aku, yang hanya bisa mengucap janji, Sarada. Semoga kau tetap bisa menjadi hokage." Boruto melirih pada udara malam.

Klek.

"Boruto?"

Boruto menatap Hinata yang berdiri di ambang pintu kamarnya. Wanita bermata teduh itu ternyata belum tidur.

Rules [BoruSara Fanfiction]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ