33; Masih Ada Waktu untuk Kembali

1.1K 145 59
                                    

Happy Reading
___


Sarada meringkuk di atas tempat tidurnya. Usai ia dan Himawari bergabung dalam rapat tertutup di ruang kerja Konohamaru, Sarada pun mengantar Himawari pulang, setelahnya barulah Sarada pulang ke apartemennya sendiri. Kini gadis itu tak dapat menahan rasa khawatir yang sejak berminggu-minggu yang lalu ia tahan. Rasa khawatir itu membuncah, tumpah ruah begitu saja.

Sarada ingat, bagaimana seriusnya Tsunade ketika ia berkata bahwa tak ada salahnya Konohamaru menuruti tuntutan warga tentang Boruto. Tak ada salahnya Konohamaru ikut mengakui bahwa Boruto itu memang pengkhianat. Dengan itu, warga memang akan menjadi lebih mudah untuk diatur. Itu memang benar, tapi menjual nama Boruto yang jelas tidak tahu apa-apa di luar sana bukanlah tindakan bijak.

Sarada beranjak duduk. Ia mengusap air yang menggenang di sudut matanya. Bibirnya ia gigit agar jika tangisnya pecah, Sakura di dapur tak dapat mendengarnya.

"Boruto bukan pengkhianat," lirih Sarada. "Kalau memang dia berkhianat, untuk apa dia meninggalkan kalungnya di sini?" Sarada mendongak untuk menahan lelehan air mata. "Ini memang hanya kalung, tapi dari kalung ini, aku tahu bahwa Boruto akan kembali suatu hari nanti ...."

Benak Sarada memutar kenangan, ketika Boruto menangis tersedu di hadapan jasad Naruto. Ketika itu, Sarada berjanji di dalam batinnya, bahwa ia akan berusaha untuk menjadi penghapus kepedihan yang Boruto pendam. Jika Sarada tidak bisa bertindak sebagai orang spesial di sisi Boruto, setidaknya ia dapat bertindak sebagai teman kecil Boruto. Namun hingga kini, apa yang telah berhasil Sarada lakukan?

Tidak ada.

Sarada sadar, selama ini ia seharusnya bertindak tegas terhadap Kawaki. Kesampingkan terlebih dahulu perintah Sasuke, tentang jangan melakukan apa pun sampai bukti yang kuat terkait kejahatan Kawaki dapat ditemukan. Seharusnya Sarada menindak Kawaki.

Terlambat. Tadi ketika mengantar Himawari pulang, Hinata berkata bahwa Kawaki tak ada di rumah. Jika Sarada ingin menindak Kawaki, maka Sarada harus mengelilingi Konoha untuk mencarinya. Sakura tak akan mengizinkan Sarada melakukan itu.

Air mata Sarada kembali mengalir. Ketakutannya bertambah pekat. Bukan lagi tentang ia yang terlambat menindak Kawaki. Kini tentang Boruto yang entah berada di mana, apakah baik-baik saja atau terluka.

Karena, Sarada ingat perkataan Boruto sebelum ia pergi malam itu.

" ... Karena itu, jika suatu saat aku tak kembali, percayalah bahwa di luar sana aku berusaha melindungimu. Dan jika kamu lihat aku kembali dengan tatapan yang berbeda, maka bunuhlah aku, Sarada."

"Aku harus pergi."

Tiba-tiba, kepercayaan Sarada tentang Boruto yang pasti akan kembali, mendadak redup. Sarada kini khawatir, teramat khawatir. Ia khawatir Boruto ternyata tidak akan kembali.

"Kembali, Boruto." Sarada sesenggukan.

Membayangkan jika esok hari Sasuke pulang ke Konoha seorang diri, tanpa Boruto di sisinya, membuat tangis Sarada pecah begitu saja. Dadanya ditikam sesak, luka meradang hingga obat tak lagi mampu untuk membalut lukanya.

Ketika Sakura berdiri di ambang pintu kamar Sarada, menatap putrinya yang menangis tersedu seorang diri, wanita merah muda itu juga merasakan rasa khawatir yang Sarada rasa. Ia segera memeluk tubuh rapuh Sarada.

"Ma, kenapa Boruto dan Papa belum kembali?" lirih Sarada. "Kenapa mereka tidak mengirim kabar?"

Di antara pelukan Sakura dan Sarada, ketika Sarada melirih dan tetesan air matanya kembali jatuh, kalung milik Boruto yang ia kenakan mengeluarkan cahaya kebiruan tipis. Cahaya dari kalung itu bertahan selama tiga detik, kemudian menghilang. Begitu cahayanya hilang, sesuatu seolah berbisik pada Sarada, bertanya di mana senyuman manis Sarada yang dulu.

Rules [BoruSara Fanfiction]Where stories live. Discover now