21; Menabung Rasa

1.5K 161 32
                                    

Happy Reading
___


"Apa Bibi belum berhasil untuk menemukan titik terang, tentang asal muasal dari racun mematikan yang ada pada tubuh Ayah?"

Sakura menggeleng guna membalas pertanyaan Himawari. Wanita bermata teduh itu sempat melirik Sarada yang masih berdiri di dekat jendela. Sejak tadi, Sarada berdiri di sana sambil menatap langit.

"Mungkin prosesnya harus sedikit ditunda, Himawari. Soalnya, Bibi juga berkewajiban untuk memantau proses pengobatan warga yang terluka, serta proses penyaluran obat-obatan ke berbagai sudut desa," jelas Sakura.

Himawari mengangguk perlahan. "Tak apa, Bibi. Untuk saat ini, warga memang yang nomor satu. Persoalan racun bisa kita undur dulu."

"Omong-omong, apa yang Sarada lakukan di sana?"

Himawari menggeleng. "Sejak tadi Sarada-nee berdiri di sana, Bibi. Mungkin sedang melihat sesuatu."

Sakura mengamati punggung Sarada. Putrinya terlihat mendongak pada langit dengan mulut terkunci rapat. Sakura tak tahu pasti apa yang tengah Sarada simpulkan dari langit. Yang Sakura tahu, warna biru pada langit sama persis dengan iris teduh Boruto Uzumaki.

"Sarada terang-terangan menunjukkan bahwa ia khawatir pada keadaan Boruto, tapi sudah sekhawatir itu pun, aku tetap belum pernah mendengar dengan telingaku sendiri bahwa Sarada mengatakan ia menyukai Boruto." Sakura tersenyum amat kecil.

"Sarada tak perlu mengatakan bahwa ia menyukai Boruto. Cukup dengan melihat rasa khawatir itu pun, aku dapat menyimpulkan bahwa ia menyukai Boruto. Bahkan mungkin, bukan hanya sekadar suka."

Khawatir Sarada berbeda. Khawatirnya bukan hanya karena ia dan Boruto telah saling kenal sejak kecil. Ada perasaan lain yang mendorong rasa khawatir untuk pecah begitu saja.

° ° °

Sasuke memejamkan matanya sejenak. Batinnya melakukan peperangan ringan guna memutuskan sesuatu. Di sekeliling lelaki itu telah berdiri sejumlah shinobi kelas atas yang rata-rata terlibat langsung dalam peperangan malam itu.

"Jadi, bagaimana? Apa kasus tentang racun yang ada pada tubuhnya perlu kita informasikan kepada warga?" Shikamaru melirik Sasuke.

"Sejujurnya, itu berbahaya." Kakashi turut bicara. "Bagaimana menurutmu, Hokage Kelima?"

"Aku tidak berada di lokasi peperangan saat itu, Kakashi. Lagi pula, sulit dipercaya." Tsunade mengedikkan bahunya. "Aku masih belum percaya tentang kebenaran racun itu. Bagaimana mungkin Naruto terkena racun? Bukankah dia selalu berada di Konoha dan dijaga oleh shinobi lainnya? Sepertinya kau berbohong soal racun itu, Sasuke."

Sasuke menaikkan sebelah alisnya, memilih untuk tak acuh pada Tsunade.

"Sampai kapan pun, aku tak akan percaya bahwa Naruto diserang racun." Tsunade berkacak pinggang dengan sebelah tangannya.

"Lupakan saja," balas Sasuke. "Sekarang, masalah utamanya adalah para musuh yang menyerang Konoha malam itu. Sai, apa benar tak ada satu pun kugutsu yang tersisa di arena pertempuran?"

Sai mengangguk. "Semua kugutsu itu lenyap begitu saja. Seolah kepergian si Musuh Utama yang telah berhasil membunuh Naruto juga membuat semua kugutsu itu menghilang," jelas Sai.

"Kugustu-nya berbeda dari kebanyakan kugutsu yang pernah kutemui. Kugutsu mereka seolah memiliki mesin otomatis yang dapat membantunya melancarkan serangan tanpa perlu dikendalikan oleh seseorang," jelas Konohamaru. "Waktu itu aku berada di bagian selatan Konoha, melindungi warga dari sejumlah kugutsu."

Rules [BoruSara Fanfiction]Where stories live. Discover now