27; Selembar Surat & Kabar Momoshiki

1.2K 159 34
                                    

Happy Reading
___


"Aaakkh!!"

Sarada mengernyit. Ia merasa bahwa tenaga yang ia gunakan untuk mencekik Kawaki tidak terlalu besar, tapi kenapa Kawaki terlihat kesakitan seolah Sarada mencekiknya sekuat tenaga?

Sarada melepaskan cekikannya. Gadis itu mundur selangkah sambil menyimpan sarung tangan tadi ke dalam kantung peralatan ninja yang ada di pinggangnya. Ia menyorot Kawaki yang kini terlihat emosi.

"Jangan berani berbuat macam-macam. Kutegaskan itu sekali lagi," tegas Sarada.

Kawaki menatap punggung Sarada yang menjauh. Gadis itu pergi menuju kamar Himawari, dan meninggalkan Kawaki seorang diri di lorong pintu depan. Pemuda tinggi itu mendecih sambil mengusap kulit lehernya.

"Apa yang dilihatnya dari sosok lemah Boruto, sampai-sampai dia bisa sesetia itu dalam memercayainya?" Kawaki mendengus. "Cara halus seperti ini tidak mempan untuk Sarada. Aku harus menggunakan cara lain."

Lagi-lagi Kawaki harus putar otak untuk mengambil alih perasaan Sarada. Demi membuat Boruto terjatuh sekali lagi pada titik terlemah kehidupan, Kawaki rela putar otak berkali-kali hingga ia rasa ia bosan untuk berpikir.

"Gadis sialan."

° ° °

Himawari, Hinata, dan Sarada berkumpul di kamar Himawari. Selama Sarada dan Kawaki berdebat, ternyata Himawari dan Hinata memerhatikan hal itu dari kejauhan. Kini mereka berkumpul untuk berbincang singkat terkait Sasuke dan Boruto yang tak kunjung memberi kabar.

"Sarada janji, jika Papa mengirim kabar, maka Sarada akan segera memberitahu Bibi dan Himawari juga. Sampai saat ini Papa memang belum mengirim kabar. Padahal sebelum dia pergi, Sarada sudah berpesan agar mereka mengirim kabar secara rutin."

"Hima pikir, mereka mungkin sedang sibuk," ucap Himawari.

Sesibuk apa, sampai mengirim sebaris pesan melalui seekor elang pun tak lagi sempat untuk dilakukan?

"Saat ini, mungkin perkembangan segel karma Boruto telah mencapai tahap akhir. Apa mereka berhasil untuk menghentikan perkembangannya? Bisa berbahaya jika memang perkembangannya telah mencapai tahap akhir," lirih Sarada.

"Kalian berdua, tenanglah. Coba untuk berpikir positif dan terus mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai hal buruk yang mungkin akan terjadi di keesokan hari." Hinata mengusap bahu Sarada dan Himawari.

"Em. Ya sudah." Himawari kemudian menatap Hinata. "Kaa-san, kalau begitu Himawari dan Sarada-nee pergi dulu, ya."

"Iya. Hati-hati di jalan."

Kawaki duduk di kursi makan dengan wajah tertekuk ketika Himawari dan Sarada melintas di sana. Cowok itu mendecih melihat wajah tak acuh Sarada. Kawaki kemudian memalingkan wajahnya.

Himawari melirik Sarada.

Sarada mengedikkan bahunya. "Ayo pergi, Hima."

"A-ayo, Onee-chan."

Kawaki membenamkan wajahnya pada lengannya yang ia lipat di atas meja makan. Embusan napas lelaki itu terasa memburu, indikasi bahwa ia tengah berusaha mati-matian menahan amarah yang berkobar tanpa ada bahan bakar. Ia tak tahu mengapa, yang jelas ia emosi luar biasa untuk detik ini.

Kawaki bukan marah kepada Sarada. Melainkan kepada makhluk tak berhati yang hidup terpisah di dimensi lain, tapi dapat mengendalikan tubuhnya hanya dengan senyuman pada satu sudut bibir. Makhluk tak berhati itu ingin Kawaki musnahkan dari jagat raya. Namun apa daya? Makhluk itu sejak awal memang tidak tinggal di jagat raya. Melainkan hidup bebas dari dimensi yang satu ke dimensi lainnya.

Rules [BoruSara Fanfiction]Where stories live. Discover now