12; Titik Awal

1.5K 182 28
                                    

Happy Reading
___


Sakura menepuk sebelah pundak Sarada. Jangankan terkejut, Sarada malah bergeming tanpa niat untuk menoleh pada sang Ibu. Sakura tersenyum perih. Ia tahu bahwa Sarada masih memikirkan fakta besar yang berhasil ia bongkar tadi malam. Fakta besar tentang Boruto yang dijadikan budak ego oleh Momoshiki Otsutsuki. Sarada tahu cukup banyak hal tentang klan Otsutsuki, termasuk, tentang Momoshiki yang pernah menyerang Konoha.

"Ternyata, pada penyerangan pertama Momoshiki beberapa tahun yang lalu, ketika Papa, Boruto, dan para Kage pergi ke dimensi lain untuk menyelamatkan Nanadaime, Boruto diberikan takdir buruk oleh Momoshiki. Ketika itu, Sarada bahkan tidak ikut pergi ke sana. Jadi, Sarada tidak tahu pasti, bahwa tanda di tangan Boruto adalah pemberian Momoshiki sebagai tanda bahwa Boruto adalah wadahnya. Momoshiki kalah saat itu, tapi sebagai gantinya, Boruto yang harus menanggung semua takdir buruknya." Sarada bicara dengan nada lirih, pada dirinya sendiri.

Sakura mengusap bahu Sarada sebagai bentuk penenangan atas Sarada yang sepertinya masih berada dalam fase denial.

"Tadi malam, Mama tidak jadi menggantikan jadwal jaga Shizune di rumah sakit. Kau tahu kenapa, Sarada? Itu karena Shizune mendadak kembali ke rumah sakit untuk memenuhi jadwal jaganya. Katanya dia tidak jadi mengambil libur."

Sakura kira, Sarada akan membalas ucapannya. Namun sayang, Sarada kembali bergeming.

Sarada menatap semangkuk nasi yang dilengkapi dengan beberapa ekor udang tumis. Dalam kurun waktu sepuluh menit, hanya separuh isi dari mangkuk itu yang dapat Sarada tandaskan. Gadis itu kehilangan semangatnya.

Sakura tersenyum. "Sarada, jangan bersedih lagi. Mama yakin Boruto tidak marah pada Sarada. Mama yakin Boruto tidak membenci Sarada, sekalipun Sarada sudah menamparnya. Boruto ... dia tidak ingin Sarada bersedih, karena itulah dia merahasiakan semuanya dari Sarada."

Sarada menyendu. "Tapi selain menamparnya, Sarada juga mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak pernah Sarada katakan kepadanya, Ma," lirihnya.

Sakura mengusap bahu Sarada. "Sarada mengatakan apa?"

Sarada menggigit bibirnya. Bayangan ketika tangannya menghantam pipi Boruto melintas di benaknya. Ketika Boruto hanya terdiam menahan rasa perih.

"Sarada bilang ... Sarada membencinya ...."

"Boruto pergi untuk melindungi semua warga Konoha, Sarada. Jika tidak pergi, maka Momoshiki akan dengan mudah menghancurkan Konoha, atau bahkan menghancurkan dunia. Tenanglah. Sarada tidak benar-benar membenci Boruto, 'kan?"

Sarada tersenyum sendu. "Tak akan pernah, Ma. Sarada tak akan bisa membencinya. Dia dan Sarada, sudah saling mengenal sejak kecil. Sarada tak akan mungkin membenci orang yang sejak kecil selalu menemani Sarada," lirih Sarada.

Sakura tersenyum lega. "Percayalah, jika Sarada tidak membenci Boruto, maka Boruto pun tak akan pernah membenci Sarada. Sekalipun Sarada menamparnya berpuluh kali, sekalipun Sarada memukulnya sekuat tenaga, yakinlah bahwa Boruto tak akan pernah membenci Sarada."

Sarada tersenyum amat tipis, terlihat masih sendu. "Sebelum kepergiannya, dia terlihat berubah, Mama. Senyumannya dipaksakan, biru di matanya meredup, dan dia menghindari Sarada."

"Boruto punya alasan untuk itu, Sarada. Boruto pasti punya alasan yang kuat, tentang kenapa dia menghindari Sarada dan kenapa dia bersikeras merahasiakan semuanya dari Sarada."

Sarada terbayang pada wajah putus asa Boruto, ketika beberapa tahun lalu mereka gagal dalam mengerjakan sebuah misi. Waktu itu, Sarada rasa ia membenci ekspresi Boruto. Dengan refleks Sarada memegang bahu Boruto, tersenyum kecil sebagai isyarat bahwa Boruto harus kembali ceria. Semuanya Sarada lakukan tanpa berpikir lebih dulu, semuanya terjadi begitu saja. Karena ketika keceriaan Boruto menghilang, Sarada rasa ada sesuatu yang ikut hilang dari hari-hari indahnya.

Rules [BoruSara Fanfiction]Where stories live. Discover now