30; Menuju Perang

1K 136 41
                                    

Happy Reading
___


Hanya kelompok warga yang berasal dari kalangan shinobi, yang masih diperbolehkan untuk mengakses gerbang besar desa, keluar-masuk untuk melakukan misi. Itu pun akan diperbolehkan untuk melintasi gerbang apabila shinobi tersebut membawa surat izin dari Konohamaru.

Seperti Sarada, yang baru kembali ke desa usai mengerjakan misi bersama Mitsuki untuk melacak keberadaan kelompok penjahat.

Jadi, ini hari ketiga usai kemarin itu Sarada mendengarkan langsung curahan hati dari pedagang kelontong dekat apartemennya. Kini Sarada berjalan sendirian, di bawah naungan langit sore. Gadis itu berjalan menuju apartemennya sambil sesekali menatap langit, melihat sekitar, juga tersenyum pada warga yang menyapanya.

Sarada menghela napas lirih ketika ia melewati area pasar. Terpantau tak terlalu ramai dari sudut pandang Sarada. Sarada menatap desa yang muram, tak secerah dulu lagi. Ini semua dampak dari peraturan baru Konohamaru.

"Memang ada dampak positifnya, tapi, sepertinya dampak negatifnya terlihat lebih besar daripada dampak positif. Kalau terus begini, bisa-bisa warga menuntut Konohamaru-sensei untuk turun jabatan. Apalagi, warga Konoha yang sekarang mentalnya sudah tidak sekuat dulu."

Jika Naruto Uzumaki yang punya kekuatan sebesar itu saja bisa mati di tangan musuh, bagaimana lagi dengan warga yang lemah tanpa kekuatan? Begitulah pola pikir yang menguasai otak masyarakat Konoha. Mereka berpikir demikian, lantaran Naruto yang kuat saja bisa kalah atas musuh, lalu bagaimana lagi dengan mereka yang lemah?

Sarada melintas di jembatan. Gerakan kaki gadis itu kontan terhenti karena dari jembatan itu, pemandangan Monumen Hokage terlihat begitu menawan. Sarada berhenti, kemudian tanpa sadar mencengkeram pagar pembatas jembatan sambil tersenyum kecil. Sejenak ia memegang lehernya yang tertutupi kerah baju, memastikan bahwa kalung Boruto ada di sana.

Tentang Monumen Hokage, tempat sejuta makna bagi Sarada. Di sana, ia dan Boruto pernah bertengkar karena hal sepele. Di sana, dulu Sarada pernah memerhatikan Boruto yang dengan bodohnya mencoret Monumen Hokage. Di sana, ia dan Boruto pernah berbincang, waktu itu bersama Mitsuki juga. Di sana, Boruto mengutarakan janjinya untuk melindungi Sarada. Mitsuki saksi atas janji itu, janji yang terucap mantap dari bibir Boruto.

Sarada menghela napas lirih. "Kapan kau dan Papa pulang, Boruto?" lirih Sarada.

"Kau mau jadi hokage, 'kan?"

Sarada sedikit terkejut. Ia melirik Kawaki yang berdiri dengan jarak lima langkah darinya, ikut menatap Monumen Hokage.

Sarada diam.

"Aku yakin kamu bisa jadi hokage. Semangat, ya." Kawaki melirik Sarada.

Sarada mendengus. Tadi ia sedang memikirkan Boruto dan Sasuke, bukan memikirkan mimpinya menjadi hokage.

"Aku mendukungmu, Sarada." Kawaki tersenyum.

Sarada menoleh. "Tidak perlu. Tanpa dukunganmu pun, aku akan tetap semangat."

"Kau tidak mau berterima kasih, kah? Aku sudah jadi cowok pertama yang mendukungmu menjadi hokage, lho."

Sarada berbalik, tak berniat untuk berterima kasih. Karena bagaimanapun, pemuda pertama yang mendukungnya untuk menjadi hokage, adalah Boruto, bukan Kawaki. Jauh sebelum Kawaki, Boruto sudah lebih dulu mendukungnya.

"Kau masih percaya pada Boruto?"

Ucapan Kawaki sukses menghentikan langkah Sarada. Sarada tak berbalik, tapi bersiap mendengar ucapan Kawaki.

"Boruto pergi tanpa kabar. Aku saudara angkatnya, mulai berpikir bahwa Boruto sepertinya telah melupakan Konoha. Aku mulai kehilangan rasa percaya untuknya. Entah mengapa, tapi firasatku mengatakan bahwa Boruto telah membuang ikatannya dengan Konoha." Kawaki tersenyum miring ketika melihat bahu Sarada menegak. "Pelindung dahi berlambang Konoha juga tertinggal di kamarnya. Dia pergi tanpa pelindung dahi, seperti shinobi tak punya tempat tinggal."

Rules [BoruSara Fanfiction]Where stories live. Discover now