🐱RA - DUA PULUH DELAPAN

1.7K 99 0
                                    

"Lili ... gue mau minta maaf ...."

"Kak Lili ... Kei juga mau minta maaf ...."

"Al, maafin gue ya?"

Suara-suara meminta maaf yang keluar dari mulut teman-teman dan Adik kelasnya membuat Alydra merasa sedikit terganggu.

"Cukup, guys! Kalian semua udah gue maafin. Jadi, sekarang gue minta tolong banget sama kalian, untuk diem. Kepala gue pusing banget." Akhir-akhir ini Alydra memang seringkali merasakan pusing.

"Makasih banyak ya, Kak, udah mau maafin kita semua," ucap Kei mewakili.

"Gue nggak punya alasan buat nggak maafin kalian. Lagian disini kalian nggak sepenuhnya salah. Kalian cuma kecepatan menyimpulkan semuanya sendiri, tanpa tau aslinya kayak gimana."

"Lain kali, kalau belum tahu apa yang sebenernya, lebih baik cari tahu dulu, atau nggak tunggu informasi selanjutnya. Kalau emang udah bener-bener jelas, baru tuh kalian bertindak. Simpulin deh semuanya sesuka hati kalian, tapi jangan sampe kelewatan juga," pungkas Alydra.

•••

Alydra mencubit lengan suaminya. "Jangan mulai!"

"By!" Revandra merengek dengan muka memelasnya.

"Dua bulan lagi."

Pupil mata Revandra membesar. "Lama!" Revandra memilih merebahkan dirinya di ranjang dengan posisi menghadap ke kiri, membelakangi istrinya.

Alydra tertawa, gemas akan tingkah suaminya. "Ketua geng kok ngambek. Sangarnya di luar aja ya. Sekalinya sama istri, beuh, hello kittynya, kelihatan banget."

"Ya." Mengapa suaminya bisa semenggemaskan ini ketika sedang merajuk?

Dengan tawa yang masih keluar dari mulutnya, Alydra menghampiri suaminya. Ikut merebahkan dan memposisikan dirinya sama seperti yang dilakukan oleh sang suami.

Alydra memeluk Revandra dari belakang lalu membisikkan sesuatu yang membuat Revandra berbalik badan, menghadap sang istri.

"Kalau kamu mau sekarang, boleh aja."

"Tapi ...." Revandra menatap intens mata istrinya, menunggu kelanjutan dari ucapannya.

"Sebentar aja." Revandra menghela nafas kecewa.

Alydra kembali berbicara. "Kalo kamu mau nunggu dua bulan lagi, kamu bisa bebas."

"Bebas apa?" tanya Revandra tidak mengerti.

"Bebas mau berapa lama mainnya. Sesuka hati kamu. Sepuas hati kamu. Aku bakalan ngikut aja pokoknya."

Mata Revandra berbinar-binar mendengarnya. "Beneran?" Alydra mengangguk santai.

"Oke! Aku bakalan nunggu dua bulan lagi. Nggak pa-pa puasa dulu, yang penting pas buka nanti bisa sepuasnya."

Alydra lagi-lagi tertawa. "Iya Sayangku."

•••

"Aku pake baju apa, By?" tanya Revandra.

"Biasanya kamu cari sendiri, kok sekarang malah banyak tanya. Biasanya kamu pake baju apa aja, tanpa pilih-pilih."

"Hari ini beda, By. Sahabat aku mau nikah hari ini. Jadi aku harus pake baju bagus, cakep, keren. Masa ke-nikahan temen pakenya baju biasa aja."

Alydra menatap heran suaminya. "Ya Allah, Mas, sejak kapan kamu jadi mikirin penampilan? kamu biasanya cuek-cuek aja kalau soal penampilan. Kata kamu waktu itu gini, penampilan seadanya aja, yang penting bisa dateng. Kok sekarang malah pilih-pilih?"

"Itu dulu, sekarang udah beda." Revandra menunjukkan cengirannya.

"Iya-iya."

"Jadi pake apa?" tanya Revandra lagi.

"Nih."

Revandra mengambil alih pakaiannya dari tangan Alydra.

"Aku cantik nggak?"

Revandra tersenyum ke arah Alydra

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Revandra tersenyum ke arah Alydra. "Kamu selalu cantik di mata aku."

Ucapan Revandra mampu membuat Alydra salah tingkah. Revandra mengelus lembut pipi Alydra yang memerah bak kepiting rebus.


Alydra membalas senyuman suaminya. "Aku mau peluk, boleh?"

Dengan senang hati Revandra mengangguk. "Kamu nggak perlu nanya lagi. Kalau mau peluk, tinggal peluk aja. Kalo mau cium, juga gitu."

Alydra hanya diam didalaym pelukan sang suami tanpa banyak bicara. Pelukan yang baginya benar-benar nyaman, benar-benar hangat. Pelukan yang membuatnya tidak ingin lepas dan bahkan tidak ingin ke luar dari pelukan itu.

"Emm ...," gumam Alydra pelan, tetapi masih bisa ditangkap oleh telinga Revandra.

"Hm?" Alydra mengeratkan pelukannya.

"Kenapa, Sayang?" tanya Revandra.

Alydra menghela nafas panjang. "Kehamilan di usia muda kayak aku ini, katanya berisiko. Kelahiran prematur, berat badan bayi lahir rendah, pendarahan persalinan, yang katanya bisa meningkatkan kematian sama Ibu dan Bayi."

Mata Revandra memanas. "Maaf ...."

"Harusnya aku nggak—"

"Nggak pa-pa atuh, A'. Aku nggak masalahin yang udah terjadi. Bisa aja tahu aku nggak hamil walaupun udah kamu bobol, tapi karena Allah percaya aku bisa dan aku mampu buat jaga anakku dari mengandung, melahirkan, dan sampe membesarkannya, jadi Allah kasih aku hamil deh."

"Kamu sama baby nggak bakalan kenapa-kenapa, aku yakin."

"Tapi kalau nanti ada drama tuh Dokter nyuruh pilih Ibu atau Anak, pilih aja anakmu. Toh, pasti nanti juga ujung-ujungnya bakalan selamat dua-duanya." Alydra terkekeh diakhir kalimat.

"Pilih Ibunya aja, biar nanti bisa bikin lagi."

Alydra refleks menabok lengan suaminya. "Sstt!"

"Jangan lagi berpikiran yang nggak-nggak."

Alydra mengangguk dengan senyum manis. "Yes, my husband."

Revandra & Alydra Where stories live. Discover now