🐱RA - TIGA PULUH DUA

1.5K 100 76
                                    

2 bulan sudah berlalu dan sekarang adalah hari yang paling dinanti-nantikan oleh Alydra dan juga teman-teman seangkatannya.

"Kita semua udah lulus? Beneran?"

Alydra menatap dirinya dan teman-temannya secara bergantian. Mereka semua lulus dengan nilai yang begitu memuaskan. "Gue bener-bener nggak nyangka sama Revan. Dulu dia berada di peringkat ke-dua puluh tujuh dari empat puluh lima siswa-siswi yang ada di kelas kita. Sekarang? Dia berada di peringkat ke-empat dari siswa-siswi yang lebih banyak lagi?!"

"Hebat lo, Rev! Bisa ngegeser posisi gue." Kenzura tertawa kecil.

Yang dibicarakan tersenyum tipis lalu meraih tangan sang istri untuk digenggam. "Karena cewek cantik ini."

"Nggak. Ini semua karena usaha Aa' sendiri. Aa' hebat! Aku bangga sama Aa'."

"I'm proud of you too, Baby."

Semuanya ikut tersenyum. "Kita semua bangga sama anggota Adelfia. Peringkat satu sampai peringkat dua puluh, isinya ada tujuh anggota Adelfia. Satu, dua, tiga, empat, lima, dua belas, dan lima belas."

"Kalian semua bener-bener terbaik!"

"KAK!! SELAMAT, YA, ATAS KELULUSANNYA!"

Clarissa memeluk seluruh anggota Adelfia secara bergantian, kecuali Shiro. "Ini buat kalian semua."

"Wahh, bunganya cantik banget

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Wahh, bunganya cantik banget. Makasih Dedek!"

"Sama-sama Kakak!"

Setelahnya mereka tertawa bersamaan. Tawa yang benar-benar terdengar membahagiakan tanpa ada tawa yang terdengar menyakitkan, mungkin.

"Cla ... dapet peringkat ke berapa? Masih tiga atau udah naik?"

Clarissa menatap Shiro. Tatapan penuh kerinduan. Begitupun dengan Shiro. Dia juga mempunyai rasa rindu yang begitu besar terhadap gadis yang pertama kali hadir dihidupnya setelah sang Ibunda.

"A–ah? Naik, Bang. Jadi dua."

"Kalau saling kangen tuh bilang, jangan diem-dieman aja. Perbaiki dong hubungan kalian. Lo juga, Ro. Sebagai cowok harusnya berani minta maaf duluan. Karena ini bukan sepenuhnya salah Clarissa, 'kan? Lo sama Clarissa udah bareng dari kecil. Yakali karena masalah sepele aja lo berdua jadi berjarak kayak gini."

Apa yang dikatakan Alydra itu benar. Tidak ada salahnya untuk Shiro meminta maaf duluan, bukan? Lebih baik membuang jauh-jauh gengsi atau bahkan ego yang ada, agar hubungan baik bisa kembali terjalin lagi.

Anggukan kecil Shiro berikan. "Nanti pulang bareng gue, Cla."

"I–iya, Abang."

•••

"Perutnya Kak Anneth kok nggak gede kayak perutnya Kak Lili?" Clarissa sudah mengetahui soal kehamilan Anneth. Bahkan bukan hanya Clarissa yang mengetahuinya, tetapi satu sekolah. Namun, mereka semua bisa menerimanya dengan baik. Meskipun awalnya ada sedikit keributan.

Anneth memperhatikan perutnya sendiri, lalu mengusapnya. "Usia kandungan Kak Anneth, 'kan, baru memasuki bulan ke-tiga, Sayang. Kalau Kak Lili udah bulan ke-delapan."

"Terus usia kandungan Kak Medina udah satu bulan."

"Nggak ada yang nanyain lo, ya."

"Suka-suka gue lah!"

Zaki mengajak sang istri ke acara kelulusannya. "Bestie-bestie gue udah pada nikah. Udah pada hamil juga lagi. Guenya kapan coba."

"Ngode, hm?"

Dengan refleks Kenzura mencubit perut Reza. Yang dicubit meringis pelan. "Sakit, By."

"REZAA!!"

Pipi Kenzura sekarang terlihat memerah padam seperti kepiting rebus apalagi ketika teman-temannya malah turut mengejeknya.

•••

"Huh akhirnya sampe rumah juga. Capek banget."

Alydra mendudukkan bokongnya pada sofa yang berada diruang tamunya. "EH LAKI GUE MASIH DILUAR! MANA PINTUNYA GUE KUNCI LAGI!"

Dengan pelan Alydra berdiri, lalu berlari kecil ke arah pintu rumahnya. "AHH!"

"Shit!" Alydra akan terjatuh kalo Revandra tidak menangkapnya dengan tepat waktu.

Revandra menatap tajam sang istri. "Kenapa lari?"

"Ma–mau bukain kamu pintu. Takut kamu nunggu lama." Alydra tidak berani menatap mata Revandra.

"Aku punya kunci cadangan kalau kamu lupa."

"Maaf, A' ...." Suara Alydra terdengar bergetar.

"Lain kali jangan lari-larian kayak tadi. Walaupun larinya pelan. Kalau aku nggak langsung nangkep kamu tadi, gimana?"

Revandra menghapus air mata Alydra. "Jangan nangis. Aku nggak marah. Aku cuma takut, Sayang."

"Maaf ... lain kali aku nggak gitu lagi deh."

"Iya, Sayang. Jangan sampe keulang."

Sang istri mengangguk. "Pinter."

Revandra & Alydra Where stories live. Discover now