3. Batas

5.2K 484 20
                                    

"Saya lelah menggendong kamu, bisa turun sebentar!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Saya lelah menggendong kamu, bisa turun sebentar!"

Oba menatap Gani dengan serius.

"Satu : Ketuhanan yang Maha Esa. Dua : Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga : Persatuan Indonesia. Empat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan perwakilan. Lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Om hafal tidak Pancasila, coba sebutkan sila kedua," olok Oba menatap langsung pada Gani.

Gani tidak menjawab. Kenapa dia tiba-tiba diperdengarkan isi Pancasila setelah sekian tahun tidak membacanya.

"Om tidak hafal ya? Tadi kan sudah Oba sebutkan, dua : Kemanusiaan yang adil dan beradab. Jadi sewajibnya Om harus baik dan menolong Oba yang tengah kesusahan, masa gitu aja nggak tahu."

Gani memutar bola matanya, wajib menggendongnya karena ketakutan! Ada-ada saja bocah ini, batinnya.

Ketika Ariel sudah mengitari seluruh halaman depan, dia kembali masuk ke rumah dan menemukan istrinya yang tengah melongok ke dalam guci besar di beberapa tempat penjuru rumah.

"Cari apa Sayang?"

Syarin mendongak, "barangkali anak yang mas maksud itu masuk ke dalam guci. Kata Mas kan anaknya lebih kecil dari Nawfal."

Ariel tertegun sejenak lalu mengangguk setuju, "ya barangkali."

Dua maid yang berada di rumah sudah membantu mencari ke halaman belakang dan halaman samping rumah, namun tidak juga menemukan sosok kecil itu.

Ariel duduk di sofa dengan putus asa, dia tidak tahu harus melakukan apa sekarang ini. Kenapa anak laki-laki itu tiba-tiba datang lalu dalam sekejap menghilang. Dia memijat pangkal hidungnya dengan wajah kusut. Dia juga harus menjelaskan pada dua anaknya tentang identitas anak itu, pada keluarga dan keluarga istrinya. Rasa tidak enak di hati mulai kembali merayap ke dirinya, tentang masa lalu bejatnya dan rasa sakit di hatinya yang tidak ada namun tetap terus berdenyut.

Dia sudah menutup tanah berlubang itu dengan hati-hati, bukan untuk melupakannya tapi agar dia tidak terus terpuruk. Dia sudah menumbuhkan tanaman agar tanah itu rapi seperti tidak pernah digali, bukan karena dia malu karena kesalahannya tapi agar keburukannya tertutup sebagaimana Tuhan menutup aibnya. Dari semua yang dilakukannya, dengan kesadaran penuh seorang Ariel memiliki penyesalan yang akan terus mejadi sebuah penyesalan.

Lift terbuka dari lorong menuju ruang makan, memperlihatkan Gani dan anak Koala yang bersandar tertidur di pundak lebarnya. Saat berbunyi bip karena pintu lift terbuka, sontak membuat Syarin dan Ariel menoleh.

Ariel berdiri dengan menghela napas lega, "kenapa kamu bisa bersama dia."

"Saat aku baru masuk ke rumah, anak ini langsung melompat ke pelukanku dan tidak mau lepas. Jadi aku membawanya ke lantai 3 untuk melihat akuarium ikan." Gani berjalan mendekat lalu mengarahkan sosok di pelukannya pada kakaknya. "Ambil, aku sungguh lelah menggendongnya." Ada napas frustasi yang ikut terlihat di wajah Gani, seorang yang selama ini bisa mengatasi banyak permasalahan.

OBAWhere stories live. Discover now