13. Niat Dian

2.2K 311 31
                                    

Karena lagi senggang + masa halangan, jadi up lagi deh. Untuk permintaan maaf.

...Oba...

.
.

Hari ini Oba mengikuti pelajaran dari guru tanpa gairah, hatinya benar-benar mendung hingga merusak moodnya.

Sampai jam pulang sekolah saja dia tidak sadar, yang membuat Radit sangat  bingung dengan keadaan Oba yang jarang non aktif begini.

Radit menyesuaikan kacamatanya, "Emm Oba! Ini sudah jam pulang loh, kamu nggak ada niatan mau balik kayaknya. Muka kamu juga kusut banget, kayak baju yang baru diangkat dari jemuran saja."

Bahkan setelah Radit berujar panjang sambil menyelipkan ejekan, Oba hanya menghela napas dan mengambil tasnya lalu beranjak keluar. 'Tumben diejek pasrah doang,' batin Radit.

Oba melangkah keluar kelas dengan wajah lempeng, beberapa siswa bahkan sadar jika keadaan hati Oba sedang buruk. Biasanya bahkan setelah di bully oleh Raden, bocah itu masih memasang wajah ramah dan cerah.

"Kakak sehat!"

Nawfal mengawasi langkah lemas Oba, apalagi dengan wajah mendung lebih ke kusut.

Oba tidak mengatakan apa-apa, dia memakai helm dan naik ke boncengan motor Nawfal. "Jalan," ketusnya kesal pada Nawfal.

Tahu jika Oba sedang kesal campur sedih mungkin, Nawfal tidak lagi mengajukan pertanyaan. Lagipula dia tidak handal dalam mode membujuk kakak manjanya ini. Biarlah orang-orang di rumah yang mengurusinya.

Beberapa jam sebelumnya.

Ariel pulang dengan tergesa-gesa karena telepon yang dimatikan Syarin dan chat mengejutkan.

[Mas! Mantan Kamu! MANTAN KAMU MAU KETEMU KAMU, SEKARANG ADA DI RUANG TAMU.]

Begitu isi pesannya. Bagaimana bisa Ariel tidak kocar-kacir untuk pulang, walaupun banyak pekerjaan di kantor—untung perusahaan punya sendiri.

Pikiran pertamanya itu mungkin prank chat dari istrinya, lagipula mantan yang mana, tapi karena Syarin menggunakan caploks pada teksnya. Itu pasti bukan prank.

Alhasil ketika dia sampai di rumah dan melihat Dian duduk di sofa ruang tamu. Ariel langsung memasang wajah datar agak tak senang.

Dian merapatkan kedua kakinya, "Ariel! Maaf mengganggu waktunya."

Ariel mengembuskan napas kasar, dia lalu mengkode pak Udi yang mengikutinya masuk ke dalam rumah untuk keluar. Dia perlu berbicara empat mata dengan wanita ini yang tertunda dari dulu.

"Tega kamu Dian," ujarnya langsung setelah duduk di seberang Dian. "Bukan sama saya, tapi sama anak kamu sendiri, Oba."

Ariel tidak menatap wajah Dian, ada rasa enggan yang besar di hatinya. Dengan kenangan masa lalu yang membuat hatinya sedikit sakit. Merasa malu dan takut pada Tuhan karena dosanya. Tapi ini sudah terjadi dan sayangnya Dian tidak menyadari itu, dia masih membuat kesalahan dengan menelantarkan Oba.

"Maaf soal masa lalu dan terima kasih sudah merawat Oba dengan baik, aku sangat bahagia melihatnya tumbuh dengan sehat seperti itu."

Ariel melirik sekilas pada Dian. "Apa maksudmu? Berterima kasih! Dan apa kau sudah menemui Oba!"

Dian menghapus tetesan air mata dari kelopaknya, menyesal dan merasa bodoh karena dirinya sendiri yang membuat hidupnya tak beruntung.

"Aku menemuinya, dia masih sama seperti sebelum aku titipkan padamu."

Ariel mendecih.

"Aku kesini berniat untuk membawa Oba untuk kembali bersamaku, tinggal dengan ibu kandungnya lagi seperti saat ia dari lahir."

OBAWhere stories live. Discover now