16

1.6K 328 18
                                    

Sri terbangun di tengah malam. Mungkin jam satu, mungkin jam dua, ia sama sekali tak melihat jam dinding. Ia segera keluar dari kamar sambil meraba-raba dinding karena matanya belum melihat dengan jelas. Ia ingin segera ke kamar mandi, ia harus buang air kecil. Mungkin ia terlalu banyak minum tadi.

Saat keluar dari kamar ia tahu bahwa Aji tidak sedang tidur bersamanya tadi. Sudah lama ia tak mempertanyakan lagi ke mana Aji pergi saat malam. Ia merasa lebih nyaman tidak usah tahu atau berpura-pura tidak tahu. Namun dalam perjalanannya menuju kamar mandi, ia mendengar suara langkah kaki dan gesekan kaki kursi di ruang tengah tempat ia menjahit. Ia menebak bahwa itu Aji, tapi entah apa yang sedang ia lakukan. Ia akan memikirkannya nanti.

Selesai buang air kecil dan keluar dari kamar mandi, Sri kembali teringat akan suara-suara kecil itu. Ia sadar, bahwa sepertinya ia mendengar suara mesin jahit saat ia sedang tidur tadi, tapi ia tak tahu apakah itu cuma mimpi atau memang nyata. Ia melangkah ke arah ruang tengah dengan perlahan, tidak ingin mengganggu Aji. Namun ia dikagetkan oleh suara yang terdengar asing. Ada suara erangan tertahan, dan itu bukan suara Aji.

Di ruang tengah, Sri dapat melihat siluet benda-benda miliknya. Radio masih teronggok di atas meja, mesin jahitnya ada di sudut ruangan, dan pakaian-pakaian yang tidak terpakai tergantung rapi di dinding. Namun ada satu hal yang ganjil dan membuat seluruh tubuhnya merinding. Baju gaun putih milik putri Mas Wawan yang tidak jadi diambil, yang semula ia gantung bersama baju-baju lainnya, kini berada di atas kursi di tengah ruangan. Tidak, bukan dalam kondisi dilipat atau disangkutkan, tetapi dalam kondisi sedang dipakai oleh seseorang. Seseorang mengenakan gaun besar itu hingga menutupi kepalanya. Ia duduk di atas kursi di tengah ruangan yang gelap. Sesekali ia bergerak, sesekali ia mengeluarkan suara erangan.

Jantung Sri berdetak kencang. Pemandangan macam apa yang sekarang ada di hadapannya? Perlahan, ia mendekati sosok itu. Suara erangan itu semakin jelas. Bentuk siluet itu menjadi semakin jelas. Wajah manusia itu tertutup oleh kain putih lainnya sehingga Sri tak bisa memastikan apakah itu Aji dan apa yang sedang ia lakukan.

Napas Sri tertahan di tenggorokan. Ia menarik kain yang menutupi wajah itu. Sedikit demi sedikit, kain itu lepas dan jatuh ke lantai. Sri nyaris saja menjerit ketika melihat wajah itu, wajah yang saat ini paling ia benci dibandingkan wajah-wajah lain di seluruh dunia. Wajah itu kini menatapnya dengan sepasang mata membelalak ketakutan. Suara erangan keluar dari mulutnya, tapi tertahan oleh kain yang menyegel mulutnya sangat erat.

"Pak Gema?" gumam Sri pelan.

Sri menggoyang-goyangkan kepalanya sendiri, berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini bukan sekadar sebuah mimpi yang aneh.

Erangan itu semakin kuat. Mungkin ia berusaha memanggil Sri, meminta tolong kepadanya. Kemudian, belum sempat Sri memutuskan apa yang akan ia lakukan kepada Pak Gema, ia mendengar suara lain dari arah belakangnya.

"Satu lagi hadiah buat kamu, Sayang."

Sri menoleh ke belakang. Di sana ada Aji yang sedang berdiri sambil bersandar di dinding. Aji menekan tombol di dinding dan ruangan itu pun menyala terang benderang. Pak Gema memejamkan matanya sesaat karena silau, kemudian megeluarkan suara erangan yang nadanya semakin tinggi. Sri sekarang yakin bahwa semua ini memang nyata.

"Mas? Dia kamu apain?" tanya Sri dengan suara yang bergetar.

"Seperti yang kamu lihat. Maaf kalau pakaianmu jadi kotor kena darah dan iler laki-laki ini. Mas Wawan belum mau ambil pesanannya, kan?"

Sri menggeleng. "Belum."

Aji berjalan mendekat, kemudian berdiri di sebelah Pak Gema. Ia menjambak rambutnya dengan kasar, kemudian menariknya ke belakang, agar Sri dapat melihat lebih jelas ekspresi ketakutan di wajah laki-laki itu.

Pertanyaan Paling AnehTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang